Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), Rasman Manafi menggarisbawahi pemagaran laut bertentangan dengan prinsip keadilan dalam pengelolaan ruang laut.
Ia pun menyerukan penguatan pengawasan untuk mencegah privatisasi ruang laut dan memastikan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaannya.
Baca Juga:
KKP Ancang-ancang Cabut Paksa Pagar Laut Misterius di Tangerang
Senada dengan Ketua HAPPI Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan Ditjen PSDKP KKP Sumono Darwinto menambahkan bahwa pelanggaran serupa terjadi di banyak daerah tanpa KKPRL. Sanksi administratif seperti denda hingga pembongkaran dapat dikenakan kepada pelanggar.
Kepala DKP Banten Eli Susiyanti mengungkap ada pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Tangerang yang telah mengganggu ribuan nelayan dan pembudidaya ikan.
Meski demikian, sampai saat ini pemerintah tak tahu siapa pemilik pagar laut itu.
Baca Juga:
Aneh dan Misterius! Pemerintah Tidak Tahu Siapa yang Bangun Pagar 30 Km di Laut Tangerang
Analis Pertanahan Paberio Napitupulu, menyebut Kementerian ATR/BPN dapat mencabut sertifikat yang diterbitkan secara mal administratif. Hal ini untuk memastikan hanya wilayah darat yang dapat memiliki sertifikat hak atas tanah.
Sementara, Plt. Direktur Penataan Ruang Laut Suharyanto menegaskan pentingnya pengawasan untuk mencegah privatisasi ruang laut. Ia menambahkan bahwa pemberian SHM di ruang laut bertentangan dengan UUD 1945 karena mengancam hak masyarakat tradisional.
KKP telah melakukan investigasi sejak September 2024, termasuk analisis peta citra satelit dan rekaman geotagging selama 30 tahun terakhir. Hasilnya menunjukkan bahwa area tersebut tidak pernah berbentuk darat/tanah dan didominasi sedimentasi, bukan abrasi.