WahanaNews.co, Jakarta - Kementerian Agama memandang salam lintas agama yang berkembang di kalangan masyarakat sebagai praktik baik (best practice) dalam merawat kerukunan umat beragama.
Salam lintas agama diungkapkan bukan untuk merusak akidah antarumat, melainkan sebagai bentuk kesadaran akan sikap saling menghormati dan toleransi.
Baca Juga:
Cholil Nafis: Awal Puasa Ramadan 2025 Bisa Berbeda, tapi Lebaran Kemungkinan Sama
Hal ini dinyatakan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, menanggapi hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII yang berlangsung di Bangka Belitung.
Salah satu hasil dari ijtima ini adalah panduan hubungan antarumat beragama yang dikenal sebagai Fikih Salam Lintas Agama.
Dalam panduan tersebut, disebutkan bahwa pengucapan salam dari berbagai agama dengan alasan toleransi atau moderasi beragama tidak dianggap sebagai bentuk toleransi yang sah.
Baca Juga:
Warga Non-Muslim di Sulut Bantu Gerakan Bersih Masjid Jelang Ramadhan 1446 H
Dalam Islam, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiah dan harus mengikuti ketentuan syariat Islam. Oleh karena itu, pengucapan salam tidak boleh dicampuradukkan dengan salam dari agama lain.
Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus dari agama lain oleh umat Islam dianggap haram. Mengucapkan salam yang mencakup salam dari berbagai agama tidak diakui sebagai bentuk toleransi dan moderasi beragama yang sah.
"Salam lintas agama adalah praktik baik kerukunan umat. Ini bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. Umat tahu bahwa akidah urusan masing-masing, dan secara sosiolologis, salam lintas agama perkuat kerukunan dan toleransi," tandas Kamaruddin Amin, di Jakarta, Jumat (31/5/2024).