WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dukungan terhadap langkah tegas Kementerian Lingkungan Hidup dalam menindak produsen yang abai terhadap pengelolaan sampah terus mengalir.
MARTABAT Prabowo-Gibran menyatakan komitmennya dalam mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, terutama dalam menegakkan prinsip Extended Producer Responsibility (EPR).
Baca Juga:
Jasa Marga Teken MoU dengan Kementerian LH untuk Pengelolaan Sampah di Rest Area Tol
Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa sudah saatnya pemerintah bertindak lebih konkret terhadap perusahaan-perusahaan yang menjadi penyumbang utama sampah plastik di Indonesia.
Menurutnya, data yang diungkap dalam Brand Audit Report 2024 oleh Sungai Watch menjadi bukti bahwa beberapa perusahaan besar masih mengabaikan tanggung jawab mereka dalam mengelola limbah produk mereka sendiri.
"Kami mendukung penuh langkah Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq yang siap menempuh jalur hukum terhadap produsen yang tidak bertanggung jawab. Fakta bahwa perusahaan market leader Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) terus mendominasi sebagai penyumbang sampah plastik terbesar harus menjadi perhatian serius," ujar Tohom di Jakarta, Minggu (30/3/2025).
Baca Juga:
Bupati Tapanuli Tengah Himbau Warga Kurangi Sampah Lebaran
Ia menambahkan bahwa kebijakan EPR yang mewajibkan produsen untuk bertanggung jawab atas kemasan produk mereka harus benar-benar ditegakkan.
Menurutnya, perusahaan tidak bisa lagi hanya sekadar mengklaim bahwa produknya dapat didaur ulang tanpa memastikan infrastruktur daur ulang yang memadai tersedia di seluruh Indonesia.
"Banyak dari mereka berdalih bahwa kemasan mereka ‘100 persen dapat didaur ulang’, tetapi kenyataannya kemasan plastik sekali pakai, terutama dalam bentuk gelas plastik, masih mendominasi dan sulit untuk benar-benar didaur ulang. Ini adalah bentuk greenwashing yang harus kita lawan bersama," tegas Tohom.
Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan ini menilai bahwa sampah plastik erat relevansinya dengan keberlanjutan energi dan ekonomi sirkular di Indonesia.
Ia menyarankan agar pemerintah tidak hanya menindak produsen yang abai, tetapi juga memberikan insentif bagi perusahaan yang serius dalam mengembangkan kemasan ramah lingkungan.
"Jika pemerintah bisa memberikan subsidi atau insentif pajak bagi perusahaan yang menggunakan kemasan biodegradable atau berbasis daur ulang, maka akan ada lebih banyak produsen yang terdorong untuk berinovasi. Pendekatan ini tidak hanya mengedepankan hukuman, tetapi juga mendorong perubahan positif di sektor industri," katanya.
Tohom memastikan bahwa pihaknya akan terus mengawal kebijakan pemerintah dalam penegakan regulasi pengelolaan sampah, juga mendorong masyarakat untuk lebih kritis dalam memilih produk berdasarkan dampak lingkungannya.
"Kita tidak bisa lagi menoleransi perusahaan-perusahaan yang hanya mengejar keuntungan tanpa memikirkan konsekuensi lingkungan. Jika aturan ini diterapkan dengan tegas, maka kita bisa melihat perubahan besar dalam beberapa tahun ke depan," pungkas Tohom.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]