Versi Krakatau Steel, nilai investasi proyek tersebut mencapai USD 1 miliar atau setara Rp 14 triliun.
Protes Roy pun telah disampaikan ke Direksi Krakatau Steel dan Kementerian BUMN.
Baca Juga:
Ultimatum Keras Setelah Kekalahan Telak Timnas dari Jepang, Erick Thohir Ancam Mundur dari PSSI
"Jadi ini overrun, maksudnya budget-nya dia terlampaui Rp 3 triliun. Saya pikir ini bukan angka yang kecil, ini angka yang besar. Proyek terlambat 72 bulan," kata Roy saat itu.
Menurut Roy, selain proyek tersebut terlambat hingga 72 bulan, harga pokok produksi yang dihasilkan juga menjadi lebih mahal USD 82 per ton jika dibandingkan dengan harga di pasaran.
Persoalan lain muncul, Krakatau Steel menghentikan proses pengoperasian 2 bulan setelah diresmikan.
Baca Juga:
Menteri BUMN Angkat Kembali Darmawan Prasodjo sebagai Dirut PT PLN
Saat ditanya ke dewan direksi, pengoperasian dilakukan agar tak menimbulkan temuan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebab proyek tersebut mangkrak beberapa tahun.
Roy kembali menegaskan, proyek Blast Furnace ini pasti merugi.
Kerugian juga terjadi bila proyek yang dimulai sejak 2011 itu tak dilanjutkan, sehingga posisi direksi baru yang dipimpin Silmy Karim terjepit.