Budayawan yang juga penulis buku berbahasa Batak ini juga mengungkapkan dalam tradisi Batak, status seseorang bisa dilihat bagaimana ia meninggal. Derajat seorang pun bisa dinilai dari bagaimana ia meninggal.
"Kalau orang Jawa itu status derajat itu terlihat ketika dia hidup, berdasarkan strata sosialnya dia bangsawan atau tidak. Orang Batak tidak begitu, orang Batak justru ketika dia meninggal statusnya akan kelihatan dari umur dan statusnya," ungkapnya.
Baca Juga:
Arnod Sihite Dilantik Ketua Umum PTSBS Periode 2024-2029: Ini Daftar Lengkap Pengurusnya
Status yang dimaksud Poltak dalam hal ini adalah adanya hierarki kematian dalam tradisi orang Batak. Ada beberapa jenis kematian yang dinilai orang Batak sebagai kematian yang tragis.
Kematian yang tragis diantaranya adalah mati dalam kandungan, bayi, remaja, belum menikah, tidak punya anak, hingga tidak punya anak laki-laki. Kematian tersebut adalah kematian yang tidak diinginkan oleh orang Batak.
Kematian Brigadir Josua dalam tradisi Batak ini adalah jenis kematian mate ponggol yang artinya kematian seorang yang sudah berusia dewasa namun belum menikah. Dalam hierarki kematian orang Batak, mate ponggol adalah kematian yang paling tidak diinginkan orangtua karena dianggap orang tua tugasnya di dunia belum dianggap tuntas.
Baca Juga:
Arnod Sihite Resmi Pimpin Parsadaan Toga Sihite Boru Sedunia, Fokus Lestarikan Budaya Batak pada Generasi Muda
"Kematian Josua Hutabarat adalah kematian yang pantas diratapi oleh semua orang Batak di mana pun. Karena dia meninggal ketika sudah dewasa dan belum menikah. Itu namanya di Batak mate ponggol, mati dalam pertumbuhan sedang bertunas mau menikah lalu meninggal," kata Poltak.
Larangan Buka Peti Mencederai Hati Orang Batak