WahanaNews.co | Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI mencatat posisi utang pemerintah per 30 Desember 2022 sebesar Rp 7.733,99 triliun. Jumlah tersebut meningkat Rp 179,74 triliun jika dibandingkan posisi utang bulan sebelumnya yang sebesar Rp 7.554,25 triliun.
Berdasarkan realisasi tersebut, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) naik dari bulan sebelumnya 38,65% menjadi 39,57% per 30 Desember 2022. Jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, jumlah itu turun dari posisi 40,74%.
Baca Juga:
Faisal Basri Ekonom Senior Meninggal Dunia
"Fluktuasi posisi utang pemerintah dipengaruhi oleh adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan SBN, penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar," tulis buku APBN KiTA, dikutip Rabu (18/1/2023).
Secara umum pemerintah menyatakan posisi utang Indonesia hingga akhir 2022 tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal. Pemerintah juga berkomitmen untuk terus mengelola utang dengan hati-hati.
Utang pemerintah terdiri atas dua jenis yakni berbentuk surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yakni 88,53% dan sisanya pinjaman 11,47%.
Baca Juga:
Kemenkeu Apresiasi Pemanfaatan Dana Desa di Sumedang
Diketahui SBN sebanyak Rp 6.846,89 triliun, terdiri dari SBN domestik Rp 5.452,36 triliun dan valuta asing Rp 1.394,53 triliun. Sedangkan untuk pinjaman senilai Rp 887,10 triliun, terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 19,67 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 867,43 triliun.
Berdasarkan mata uang, utang pemerintah masih didominasi oleh mata uang domestik (rupiah) yaitu 70,75%. Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang rupiah, porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat semakin terjaga.
"Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri," tuturnya.
Kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan diikuti Bank Indonesia (BI). Tercatat kepemilikan investor asing terus menurun sejak 2019 yang mencapai 38,57%, hingga akhir 2021 tercatat 19,05% dan per akhir Desember 2022 mencapai 14,36%.
"Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup. Meski demikian, pemerintah akan terus mewaspadai berbagai risiko yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing seperti pengetatan likuiditas global dan dinamika kebijakan moneter negara maju," tutup buku APBN KiTA.
Sebagai catatan, komposisi utang pemerintah masih bersifat sementara dan masih bisa berubah karena APBN 2022 belum diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). [ast]