Adapun pos yang membuat rugi usaha membludak adalah beban
biaya lain-lain yang meski tercatat turun dari semula Rp 169,85 miliar,
angkanya masih cukup besar yakni sejumlah Rp 69,92 miliar di semester pertama
tahun ini. Dengan porsi terbesar adalah beban keuangan senilai Rp 67,36 miliar.
Aset perusahaan tercatat naik signifikan menjadi Rp 6,81
miliar dari posisi akhir tahun lalu senilai Rp 3,26 miliar. Liabilitas
perusahaan juga mengalami peningkatan tipis menjadi Rp 11,38 miliar dari semula
Rp 11,30 miliar.
Baca Juga:
Ponakan Luhut Panjaitan, Pandu Sjahrir Bakal Akuisisi 10,67% Saham NET TV
Alhasil perusahaan masih mengalami defisiensi modal atau
ekuitasnya negatif, pada akhir Juni tahun ini ekuitas perusahaan tercatat
berada di angka negatif Rp 11,37 miliar.
Di pasar modal, saham telekomunikasi milik Grup Bakrie ini
masih berada dalam kondisi tidur, tidak bergerak sama sekali dalam 3 tahun
lebih dan diperdagangkan di harga Rp 50 per saham. Usut punya usut, saham BTEL
disuspensi sejak 29 Mei 2019 sesuai pengumuman BEI.
Sementara itu, defisiensi adalah sebuah situasi dimana
kewajiban perusahaan melebihi asetnya. Defisiensi adalah tanda keuangan yang
sedang mengalami kesulitan dan menunjukkan bahwa perusahaan dapat melalaikan
kewajibannya kepada kreditor. Jika defisiensi aset berlanjut, perusahaan
mungkin menuju kebangkrutan.
Baca Juga:
Saham Prajogo Pangestu Rontok, Rp 180 Triliun Hilang dalam Hitungan Menit
Defisiensi aset juga dapat menyebabkan perusahaan perusahaan
yang diperdagangkan sahamnya untuk umum dikeluarkan dari bursa. Perusahaan
mungkin saja secara sukarela dihapuskan dari bursa karena gagal memenuhi
standar keuangan minimum yang sudah ditentukan. [rin]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.