Editor senior The New York Times Mark Bulik mengatakan clickbait mengubah strategi media ketika membuat judul. Ia mengatakan ukuran clickbait adalah saat pembaca merasa tertipu, bahwa judul tak mewakili isi artikel.
Clickbait memang merupakan manipulasi. Abhijnan Chakraborty dari Indian Institute of Technology Kharagpur dalam makalah berjudul "Stop Clickbait: Detecting and Preventing Clickbaits in Online News Media" mengungkapkan bahwa clickbait mengeksploitasi sisi kognitif manusia yang disebut curiosity gap.
Baca Juga:
Panjangnya Hampir 8 Meter, Ular Terbesar di Dunia Muncul di Hutan Amazon
Dalam laporan Wired, George Loewenstein menjelaskan dengan gamblang ihwal teori curiosity gap yang muncul pada dekade 1990-an. Curiosity gap terjadi karena ada celah antara apa yang ketahui dan apa yang ingin diketahui, alias ada kesenjangan pengetahuan. Kesenjangan pengetahuan tersebut memiliki konsekuensi emosional.
Secara umum, judul-judul konten bernuansa clickbait rata-rata menggunakan 10 kata (dalam konteks bahasa Inggris). Kata-kata yang biasanya digunakan adalah I, you, everyone, he, here, it, reason, something, that, dan they--alias memilih kata yang menekankan pada kata ganti. Tak hanya itu, judul-judul clickbait umumnya juga bermain-main dengan kata yang mengandung (atau berarti) kemarahan, kegelisahan, humor, kegembiraan, inspirasi, hingga kejutan atau yang berhubungan dengan emosi.
Melalui clickbait, lalu lintas internet akhirnya diraih. Dihargai oleh Adsense.
Baca Juga:
Jeff Bezos Jual 12 Juta Saham Amazon Senilai Rp31,22 Triliun
(Ahmad Zaenudin, Menyelesaikan studi di jurusan Antropologi pada Universitas Indonesia. Pernah bergabung menjadi reporter di FISIPERS, pers mahasiswa FISIP UI pada tahun 2011. Sejak Februari 2017 menjadi penulis di Tirto.id)-rin
Artikel ini telah tayang di Tirto.id dengan judul “Alexa Tak Lagi Perkasa”. Klik untuk baca: Alexa Tak Lagi Perkasa - Tirto