WAHANANEWS.CO - Pembentukan Danantara bukan menjadi skema privatisasi. Ini juga bukan cara diam-diam untuk menjual aset negara ke asing. Danantara dihadirkan sebagai ikhtiar untuk memperkuat BUMN, membuatnya lebih efisien, lebih maju, dan lebih menguntungkan bagi negara.
Dilansir dari detiknews.com, pemerintah membentuk Danantara untuk mengoptimalkan aset BUMN dan meningkatkan daya saingnya di tingkat global. Namun, muncul kekhawatiran bahwa skema ini bisa membuka celah bagi penguasaan asing atas aset strategis negara, yang artinya berisiko melemahkan kedaulatan ekonomi Indonesia.
Baca Juga:
HSG Merosot Pasca Peluncuran Danantara, Rosan: Kini Mulai Rebound
Wajar jika sebagian masyarakat khawatir. Pengalaman pahit seperti lepasnya Indosat di era pemerintahan Megawati tahun 2003 masih membekas di ingatan banyak orang. Saat itu, negara kehilangan kendali atas salah satu aset strategisnya, dan butuh waktu puluhan tahun untuk bisa merebutnya kembali. Ini juga membuat banyak orang takut Danantara akan berakhir dengan cerita serupa.
Tapi kali ini berbeda. Danantara bukan seperti kasus Indosat. Tidak ada aset strategis yang akan dijual ke asing. Pemerintah sudah menyiapkan mekanisme pengamanan, termasuk golden share, yang memastikan aset negara tetap dalam kendali penuh.
Kenapa Danantara Diperlukan?
Baca Juga:
Terima Laporan Satgas Hilirisasi, Pemerintah Fokus pada Industrialisasi Berkelanjutan
Bayangkan BUMN seperti rumah besar dengan banyak kamar. Rumah ini dimiliki oleh negara, tetapi pengelolaannya belum maksimal. Ada kamar-kamar kosong yang tidak dimanfaatkan, ada yang penuh barang tetapi tidak tertata, dan ada yang sebenarnya bisa disewakan agar menghasilkan keuntungan, tetapi malah dibiarkan terbengkalai.
Selama ini, perawatan rumah ini sepenuhnya mengandalkan dana dari pemiliknya sendiri, yaitu APBN. Tapi seiring waktu, biaya pemeliharaan semakin besar dan tidak sebanding dengan pemasukan. Sementara itu, tetangga yang lebih pintar dalam mengelola propertinya justru bisa mendapatkan keuntungan dengan menyewakan kamar-kamarnya secara profesional, tanpa kehilangan kepemilikan atas rumahnya.
Alih-alih menjual rumah atau menyerahkan kepemilikannya ke orang lain, pemilik rumah ini mulai mencari cara agar asetnya bisa lebih produktif. Ia mulai menata ulang kamar-kamarnya, membuka peluang kerja sama dengan penyewa potensial, dan memastikan semua pengelolaan dilakukan secara profesional. Tapi ada satu aturan utama: pemilik rumah tetap memegang kendali penuh. Semua kontrak sewa dibuat dengan aturan yang jelas, dan tidak ada penyewa yang bisa tiba-tiba mengklaim rumah tersebut sebagai miliknya.