Danantara bekerja dengan prinsip yang sama. Ini bukan soal menjual aset negara ke asing, tetapi bagaimana aset yang sudah ada bisa lebih produktif dan menguntungkan bagi negara, tanpa kehilangan kendali atas kepemilikan dan pengelolaannya.
Lebih dari sekadar pengelolaan aset, Danantara sangat mungkin menjadi alat bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada pendanaan asing dalam proyek-proyek strategis. Selama ini, banyak proyek hilirisasi yang dibiayai oleh investor luar karena keterbatasan modal BUMN dan pemerintah. Akibatnya, industri yang seharusnya menjadi kekuatan nasional malah berada di bawah pengaruh asing. Dengan Danantara, aset yang sudah ada bisa dikonsolidasikan untuk mengambil alih peran itu, memastikan bahwa proyek-proyek strategis tetap dalam kendali Indonesia.
Baca Juga:
Prabowo Tekankan Profesionalisme dalam Pemilihan Tim Danantara
Danantara juga dalam hal ini sangat mungkin berperan dalam menyeimbangkan investasi asing di Indonesia. Selama ini, ada kekhawatiran bahwa investasi kita terlalu berat sebelah ke negara tertentu, sehingga mengurangi fleksibilitas ekonomi dan geopolitik kita. Dengan hadirnya Danantara, Indonesia punya lebih banyak pilihan untuk mencari mitra strategis, tidak hanya mengikuti kepentingan satu pihak saja.
Golden Share: Kunci Kedaulatan Negara atas BUMN
Dalam skema Danantara, pemerintah tetap memegang golden share, yang bisa diibaratkan sebagai kunci utama rumah besar tadi. Pemilik rumah boleh menyewakan kamar atau bekerja sama dengan mitra untuk meningkatkan nilai propertinya, tetapi ia tetap memegang kunci utama yang tidak bisa digandakan atau diserahkan ke orang lain.
Baca Juga:
HSG Merosot Pasca Peluncuran Danantara, Rosan: Kini Mulai Rebound
Golden share memberi pemerintah hak veto atas keputusan strategis. Ini berarti, meskipun ada investor yang masuk sebagai mitra, mereka tidak bisa mengambil alih aset karena pemilik rumah tetap punya kendali penuh. Pemerintah bisa mencegah penjualan aset strategis, menolak perubahan kepemilikan yang berisiko, serta mengontrol merger atau akuisisi yang bisa mengancam kepentingan nasional.
Inilah yang membedakan Danantara dengan kasus seperti Indosat dulu. Saat itu, tidak ada golden share yang memastikan negara tetap punya hak veto, sehingga kepemilikan bisa berpindah tangan tanpa kendali penuh dari pemerintah. Dalam skema Danantara, mekanisme ini disiapkan agar pengalaman pahit tidak terulang.
Jadi, golden share bukan hanya sekadar saham istimewa, tetapi alat utama untuk memastikan bahwa aset strategis negara tetap berada dalam kendali penuh pemerintah, tanpa bisa diambil alih oleh pihak asing atau swasta.