Mental “daripada ribet, kasih aja deh” sudah mengakar. Inilah bentuk nyata dari birokrasi beraroma kapitalisme jalan tikus: jalur resmi lambat, jalur basah cepat.
Mereka lupa, pelayanan publik itu hak rakyat, bukan ladang panen bagi para pemegang stempel.
Baca Juga:
Dituding Jual Sapi Secara Sepihak, Kades Anggoli: Agar Tidak Fitnah Kita Minta Inspektorat Audit Aset Bumdes
Tapi ya sudahlah, selama rakyat masih disuruh ‘sabar’ dan ‘ngerti prosedur tak tertulis’, artinya kita masih hidup di negeri dimana sistem dibuat untuk diputar, bukan untuk dijalankan.
Agak miris memang! Tapi, inilah ‘the real’ pelayanan birokrasi. Begitu pamrihnya oknum-oknum yang sudah menjadi pekerjaannya untuk melayani, malah justru berharap ‘diberi’.
Padahal mereka digaji oleh rakyat yang babak belur membayar pajak.
Baca Juga:
KPK Tahan Empat Tersangka Baru Kasus Pemerasan Izin TKA di Kemenaker
Tapi, sebatas urus berkas bermodalkan kertas, harus turut pula menukar lembar kertas bernominal agar si pekerja tersenyum lebar dan semangat.
Lantas, bagaimana kita menyikapinya? Sepertinya belum ada jawaban bijak dan logis atas keresahan ‘transaksi birokrasi’.
Toh, ini sudah menjadi ‘habit’. Digitalisasi dijalankan, amplopisasi tetap dipertahankan. Demi urusan lancar, mereka senang, kita (sedikit) tenang. [*]