Namun, persoalannya adalah negara masih memasukkan sumber energi yang seharusnya ditinggalkan dan dibingkai seolah-olah menjadi energi baru.
Prasetiyo (2021) menengarai upaya memasukkan batubara ke dalam RUU EBT merupakan strategi yang terpola.
Baca Juga:
Lewat Aksi Zero Waste Warriors, 18 Ribu Volunteer PLN Berhasil Kumpulkan 170,80 Ton Sampah
Alasannya sederhana, batubara akan mengalami surut lantaran ongkosnya yang semakin besar, sulit investasi, dan semakin tidak diminati.
Maka, butuh siasat agar batubara tetap mendapatkan pasar di dalam negeri.
Hal ini beriringan dengan rencana peningkatan kapasitas produksi batu bara di negeri ini.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Resmikan 55 Proyek Pembangkit EBT, Termasuk Program Lisdes PLN di Berbagai Wilayah Indonesia
Strategi tersebut terpola saling mendukung dengan revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) pada 2020 yang memberikan ruang untuk eksploitasi besar-besaran.
Kemudian, berkaitan dengan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang mendorong peningkatan nilai tambah batubara.
Implikasi masuknya gasifikasi batubara dalam RUU EBT adalah munculnya hak mengakses dana energi terbarukan.