Teori ini pada praktiknya terlalu utopis sehingga sering sekali membawa kemudaratan terlepas dari betapa esensialnya nilai keadilan dalam hukum.
Bila Aristoteles menekankan pada nilai keadilan yang harus ditegakkan apapun caranya, maka Jeremy Bentham justru sebaliknya.
Baca Juga:
Kuasa Hukum Roy Sagala Minta Pelantikan Wakil Bupati Dairi Ditunda
Jeremy Bentham menciptakan teori utilitas yang menekankan hukum haruslah diarahkan untuk memberikan kemanfaatan pada khalayak atau sering dikenal dengan istilah the greatest happiness of the greatest numbers.
Adapun yang dimaksud dengan utilitas atau kemanfaatan tersebut adalah objek apapun yang dapat menghasilkan kebaikan, kenikmatan, dan kebahagiaan sehingga dapat mencegah nestapa bagi pihak yang dirugikan kepentingannya.
Utilitas tersebut harus dijadikan pertimbangan wajib bagi legislator dalam kegiatan legislasinya.
Baca Juga:
Vonis Banding Harvey Moeis dan Helena Lim Disorot, Ahli Sebut Tidak Proporsional
Teori utilitas yang diciptakan oleh Jeremy Bentham ini tidak terlepas dari zaman yang dia lalui semasa hidupnya yaitu era Revolusi Industri I ketika produksi demi kemaslahatan khalayak menjadi patokan keadilan.
Kelemahan dari teori ini adalah ketiadaan moral etis di saat ada minoritas yang kepentingannya dikorbankan demi kemaslahatan mayoritas.
Kebalikan dari Jeremy Bentham, gagasan dari John Rawl yaitu teori liberal-egalitarian of social justice berfokuskan pada kewajiban dari institusi-institusi sosial untuk memberdayakan kelompok-kelompok lemah atau rentan.