Dalam perkara Nomor 736 K/PID/2013, Mahkamah Agung, menguatkan putusan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa alasan-alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan, karena perbuatan Terdakwa dengan kekerasan menyetubuhi xxx yang dalam keadaan tak berdaya karena cacat fisik dan mengalami keterbelakangan mental serta mengambil sepeda motor milik xxx merupakan tindak pidana melanggar Pasal 285 KUHP dan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP;
Baca Juga:
Penyaluran Bantuan Kursi Roda dari Dinsos Sumut Kepada bapak Khairul anwar saragih
Bahwa perbuatan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana perkosaan dan pencurian dalam keadaan memberatkan terhadap korban saksi xxx yang menderita lumpuh sejak kelas 3 SD, perbuatan Terdakwa memenuhi unsur Dakwaan Ke-1 Primair dan Ke-2 Jaksa Penuntut Umum, sehingga Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum;
Selanjutnya PERMA 2/2025 mengatur mengenai pemeriksaan Saksi Penyandang Disabilitas, yang diatur Pasal 25-26. Pasal 35 juga menyebutkan bahwa Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang melibatkan Penyandang Disabilitas mempertimbangkan:
… b. kondisi disabilitas yang relevan dan memiliki keterkaitan dengan pokok perkara; c. kerentanan Penyandang Disabilitas berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia, sosio ekonomi, minoritas etnik, dan faktor kerentanan lainnya.
Baca Juga:
SEA Deaf Games 2025 Hadirkan Semangat Sportivitas Tuna Rungu di Jakarta
Dalam perkara Nomor 1668 K/Pid.Sus/2010, Mahkamah Agung mempertimbangkan ketidakhadiran penyandang disabilitas dalam persidangan. Meskipun korban yang merupakan penyandang disabilitas mental tidak hadir dalam persidangan, Mahkamah Agung tetap menghukum Terdakwa. Terdakwa yang awalnya dijatuhi putusan bebas oleh judex factie, akhirnya dijatuhi pidana penjara. Mahkamah Agung memberikan pertimbangan sebagai berikut:
- bahwa alasan korban tidak dihadirkan dipersidangan dan alasan bahwa korban cacat mental tidak melepaskan tanggung jawab pidana pada Terdakwa;
Sebaliknya bila Terdakwa yang merupakan penyandang disabilitas, Pasal 34 PERMA 2/2025 menyebutkan bahwa dalam hal terdakwa merupakan Penyandang Disabilitas, Hakim mempertimbangkan pertanggungjawaban pidana berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan jiwa. Dalam beberapa perkara Mahkamah Agung telah mempertimbangkan kondisi disabilitas dari Terdakwa.