… meskipun judex facti/Pengadilan Negeri mempertimbangkan mengenai kondisi Terdakwa yang termasuk dalam kategori retardasi mental dengan Tingkat pendidikan dan intelegensia yang rendah, namun Terdakwa sebelumnya terbukti pernah dijatuhi pidana untuk jenis perkara yang sama, yaitu perkara cabul atau sodomi;
Hal yang sama juga terdapat dalam pertimbangan Mahkamah Agung dalam perkara nomor 2025 K/PIDSUS/2015. Mahkamah Agung melepaskan Terdakwa yang merupakan penyandang disabilitas dimana Terdakwa ini menjadi Terdakwa karena pembelian terselubung yang dilakukan oleh Kepolisian. Mahkamah Agung memberikan pertimbangan sebagai berikut:
Baca Juga:
Penyaluran Bantuan Kursi Roda dari Dinsos Sumut Kepada bapak Khairul anwar saragih
Bahwa Judex Facti dalam pertimbangan hukumnya telah dapat membuktikan bahwa Terdakwa adalah orang yang termasuk kriteria yang diatur dalam Pasal 44 KUHP, karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit, sering berubah akalnya, sehingga Terdakwa termasuk kualifikasi orang yang boleh tidak dihukum.
Bahwa di sisi lain, Anggota Polisi saksi Bripda Erik Dwi Putra yang menyamar sebagai pembeli terselubung terhadap Terdakwa salah dalam menerapkan peraturan yang diatur dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang menentukan, Tekhnik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan dilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis dari Pimpinan. Saksi Eric Dwi Putra tidak dapat menunjukkan perintah tertulis dari Pimpinan, hal ini sangat penting karena pembelian terselubung dapat disalahgunakan untuk menjerat orang yang tidak bersalah. Di dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, BAB XIII tentang Penyidik Pasal 55 huruf a, dalam penjelasannya menentukan, Pelaksanaan tekhnik penyidikan, penyerahan yang diawasi dan tekhnik pembelian terselubung hanya dapat dilakukan atas perintah tertulis Kepala Kepolisian Negara RI atau pejabat yang ditunjuknya.
Selain menjadi alasan untuk melepaskan atau membebaskan, kondisi penyandang disabilitas juga dapat dijadikan alasan meringankan hukuman. Dalam perkara Nomor 602 K/PID.SUS/2014, hukuman Terdakwa diringankan, yang awalnya 1 (satu) tahun, menjadi 8 (delapan) bulan dengan mempertimbangkan kondisi disabilitas Terdakwa. Mahkamah Agung memberikan pendapat sebagai berikut:
Baca Juga:
SEA Deaf Games 2025 Hadirkan Semangat Sportivitas Tuna Rungu di Jakarta
… namun demikian karena Terdakwa menderita cacat fisik sehingga hanya jadi penjual BBM eceran yang bisa dijalankan, Terdakwa belum pernah dihukum, telah menyesali perbuatannya dan BBM sebanyak 2.730 liter sudah dirampas untuk Negara artinya Terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya sehingga menjadi alasan untuk meringankan hukuman bagi Terdakwa yang amarnya sebagaimana tertera di bawah ini.
[Redaktur: Alpredo Gultom}
Tulisan ini pendapat pribadi penulis yang saat ini bertugas menjadi Hakim di PN Langsa dan tidak mewakili pendapat lembaga. Disadur dari media online Dandapala, Sabtu (8/11/2025).