Upaya antisipasi yang dilakukan secara umum meliputi pembukaan pintu air agar aliran lebih lancar. Tidak hanya itu, langkah cepat untuk mengaktifkan seluruh unit pompa di berbagai titik rawan genangan juga menjadi hal penting. Selain itu, pelaksanaan modifikasi cuaca untuk mengendalikan potensi hujan ekstrem yang dapat memperbesar risiko banjir juga termasuk bagian dari strategi pengendalian banjir.
Dalam konteks tersebut, Gubernur Pramono menegaskan bahwa penanganan banjir tidak boleh dilakukan secara parsial. Semua pihak harus bekerja sama secara lintas sektor dan lintas wilayah. Pernyataan ini menunjukkan bahwa ia memahami persoalan banjir secara komprehensif, dengan mengedepankan konsep antisipasi jangka panjang, bukan tindakan dadakan atau sekadar bersifat reaktif.
Baca Juga:
Hujan Ekstrem Landa Vietnam, 35 Orang Tewas dan Kerugian Capai Rp9,6 Triliun
Secara normatif, langkah-langkah tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Ketentuan ini menegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk mengurangi risiko bencana, melakukan mitigasi, serta menyiapkan tanggap darurat dan pemulihan.
Meski demikian, ada beberapa catatan yang dapat menjadi masukan konstruktif. Pertama, karena sebagian besar penyebab banjir berasal dari air kiriman, maka strategi efektif harus mencakup kerja sama antarwilayah (hulu-hilir). Penguatan koordinasi antara Pemprov DKI dan provinsi tetangga seperti Jawa Barat menjadi krusial, terutama dalam pengendalian tata ruang, bangunan di bantaran sungai, serta pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Hingga kini, kerja sama formal yang kokoh dalam aspek tersebut masih perlu ditingkatkan.
Kedua, fokus pada kemampuan teknis dalam menghadapi banjir, seperti pengoperasian pompa dan pengaturan pintu air, lebih menunjukkan pendekatan mitigasi jangka pendek. Ke depan, pendekatan preventif perlu diperkuat melalui penataan tata ruang yang berkelanjutan, normalisasi sungai berskala besar, pengembalian fungsi lahan resapan, serta penegakan regulasi terhadap bangunan di zona rawan banjir.
Baca Juga:
Tips Supaya Tak Kesetrum Listrik saat Air Masuk Rumah
Kebijakan lain yang juga relevan adalah pembangunan tanggul pantai dan proyek Giant Sea Wall berskala besar yang termasuk dalam kategori Proyek Strategis Nasional (PSN).
Ketiga, karena program prioritas Pramono–Rano baru akan berjalan penuh mulai tahun 2026, maka wajar bila pada tahun 2025 kebijakan yang terlihat masih bersifat adaptif dan penyesuaian. Publik mungkin belum melihat perubahan signifikan, tetapi fondasi kebijakan jangka panjang sedang disiapkan melalui RPJMD.
Keempat, pernyataan Gubernur Pramono bahwa “penanganan banjir di Jakarta lebih cepat” menunjukkan keberhasilan dalam hal respons bencana. Namun demikian, percepatan penanganan tetap perlu dilengkapi dengan reformasi kebijakan struktural agar tidak hanya bersifat responsif, tetapi juga transformatif.