Dua sikap inilah yang akan bermuara pada paham radikal.
Padahal, pemahaman tentang radikalisme seharusnya mesti didekonstruksi.
Baca Juga:
Kemenag Buka Suara Soal Pembongkaran Rumah Ibadah Ahmadiyah Sintang
Pendapat filsuf Slavoj Zizek dapat dijadikan rujukan dalam mengartikan radikalisme itu seperti apa.
Menurut dia, apabila seseorang telah berpikir radikal (fundamental), ia tidak akan merasa terancam dengan kehidupan pihak atau kelompok lainnya.
Lanjutnya lagi, paham radikal diandaikan telah mendapatkan kebenaran sejati sehingga tidak perlu khawatir dengan pemahaman dan keyakinan kelompok lainnya.
Baca Juga:
Masjid Jemaah Ahmadiyah Tetap Difungsikan Sebagai Masjid Untuk Masyarakat Umum
Memang, Indonesia bukan negara sekuler terbuka layaknya Perancis, Turki, dan negara Eropa lainnya.
Tapi dengan memberi batasan dan perlindungan terhadap kelompok-kelompok yang mengalami subversi atas dasar keyakinan bahkan menjurus pada praktik diskriminasi yang terlembagakan, sudah seharusnya menjadi tugas bersama.
Menerbitkan produk hukum tidak bisa menjadi satu-satunya solusi untuk menciptakan tatanan yang baik di masyarakat.