Akibatnya hingga saat ini 70% pangsa penerbangan sipil di Indonesia hanya dikuasai oleh satu kelompok saja. Sisanya kebagian remah-remahnya karena minimnya kocek dan jumlah pesawat.
Kondisi Lapangan
Baca Juga:
Terminal 2F Khusus Umrah, Maskapai LCC Berpindah ke Terminal 1 Mulai 2025
Saat deregulasi terjadi lonjakan jumlah maskapai dari hanya lima menjadi lima belas maskapai, dan muncullah tiga kelas penerbangan sipil berjadwal: full, medium dan low cost services. Harga tiket penerbangan yang sebelum deregulasi diatur pemerintah menjadi mekanisme pasar.
Pemerintah hanya mengatur harga tiket batas atas dan bawah supaya muncul persaingan yang sehat di pasar. Jumlah penumpang pun meningkat hingga 60 juta pada 2012 karena adanya perpindahan dari moda lain khususnya di Pulau Jawa.
Namun kondisi ini tidak berjalan lama, dan saat ini sudah masuk kembali ke siklus suramnya industri penerbangan. Sudah lampu kuning menjelang merah.
Baca Juga:
Tragedi Langit, 3 Pesawat Jatuh di 3 Negara dalam 24 Jam
Dari data di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan 2023, dari sejumlah 1.499 pesawat yang terdaftar, hanya ada 1.116 pesawat yang Air Operator Certificate (AoC) atau izinnya yang masih berlaku.
AoC ada dua, yaitu AoC 121 (sertifikat yang diberikan kepada maskapai yang mengoperasikan pesawat berkapasitas di atas 30 tempat duduk) dan AoC 135 (sertifikat yang diberikan kepada maskapai yang mengoperasikan pesawat berkapasitas di bawah 30 tempat duduk) .
Kalau kita masuk lagi ke data pesawat yang masih bisa terbang, hati kita menjadi semakin miris membacanya. Dari data Kementerian Perhubungan Agustus 2023, hanya ada 400 pesawat dengan AoC 121 dan hanya 217 pesawat dengan AoC 135 yang bisa melayani konsumen.