Surat kabar Chosun Ilbo melaporkan bahwa strategi pertahanan terbaru ini secara eksplisit mencerminkan dorongan kuat Korea Selatan untuk mencapai otonomi teknologi militer.
Dalam beberapa tahun terakhir, Seoul telah meningkatkan investasi dalam kecerdasan buatan, sistem drone tempur, dan integrasi sensor-senjata berbasis jaringan.
Baca Juga:
Jepang Impor Beras dari Korsel Akibat Lonjakan Harga Domestik
Dengan menggandeng perusahaan teknologi pertahanan lokal seperti Hanwha Systems dan Korea Aerospace Industries (KAI), pemerintah Korea Selatan menciptakan ekosistem inovasi yang bisa mempercepat pengembangan drone generasi baru, mulai dari UAV pengintai bersenjata hingga drone tempur berkecepatan tinggi yang mampu beroperasi dalam formasi swarm.
Menurut analis teknologi militer Lee Sang-woo, strategi ini membuka kemungkinan “perang digital” di masa depan, di mana informasi, konektivitas, dan kecerdasan buatan menjadi senjata utama.
“Kapal induk ringan yang diisi drone bukanlah kapal induk dalam arti klasik. Ia akan menjadi ‘platform digital terapung’ yang dapat mengelola lusinan kendaraan udara nirawak, mengumpulkan data intelijen, dan merespons secara otomatis. Ini bukan hanya inovasi, tapi revolusi dalam cara kita memahami kekuatan laut dan udara,” jelas Lee.
Baca Juga:
Imbas Darurat Militer, Yoon Suk Yeol Diberhentikan
Keputusan Korea Selatan ini juga menandai tren global yang semakin menjauhi sistem senjata berat dan mahal, menuju solusi yang ringan, modular, dan didukung perangkat lunak canggih.
Meski Amerika Serikat masih menjadi pemimpin pasar dalam jet tempur siluman, negara-negara seperti Korea Selatan tampaknya ingin menentukan arah permainannya sendiri,dengan kecepatan, efisiensi, dan keunggulan teknologi sebagai porosnya.
Korea Selatan tidak sekadar membangun pertahanan, melainkan menciptakan ekosistem militer masa depan yang cerdas dan adaptif.