"Pemerintah
tidak berlepas tangan cukup dengan memberikan kuota data kepada siswa saja, tetapi memahami secara penuh suasana dan kondisi
pembelajaran di masa pandemi covid-19. Dan semua itu seharusnya diatur dan
dibuat standarnya oleh Kemdikbud," lanjutnya.
Komisioner
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti,
menjelaskan dugaan stres sebagai pemicu korban bunuh diri, berdasarkan hasil
pemeriksaan Polres Gowa. Dugaan ini diperkuat dari keterangan rekan sekolah
korban yang mengaku bahwa korban
sering bercerita soal tugas yang menumpuk dan kendala akses internet.
Baca Juga:
Pantas Anggota DPR Ngamuk ke Nadiem, Ternyata 17 Sekolah di NTT Mangkrak 2 Tahun
"Hal
ini penting diungkap.
Karena, jika terbukti motif bunuh diri karena masalah kendala PJJ, maka
perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh dari PJJ di Kabupaten Gowa oleh Dinas Pendidikan dan Pemerintah
Daerah," katanya, melalui keterangan tertulis.
Retno
pun menyarankan kegiatan konseling di sekolah harus digalakkan, khususnya selama pandemi. Konsultasi, katanya,
dapat dilakukan guru bimbingan konseling kepada siswa melalui pesan singkat
atau aplikasi komunikasi lainnya.
"Kerap
kali anak-anak hanya butuh didengar, ada saluran curhat selain ke sahabatnya.
Bisa juga ke guru BK dan wali kelas agar dapat diberikan solusi yang
tepat," ujarnya.
Baca Juga:
Meledak-ledak Saat Semprot Mendikbud Nadiem, Inilah Profil Anggota DPR Anita Jacoba
Ia
juga menegaskan agar peran orang tua sangat dibutuhkan untuk mencegah depresi
pada anak. Terlebih di usia remaja, dimana anak rentan mengalami perubahan
suasana hati. Sehingga gejala depresi sering kali tertutup.
PJJ
masih berlangsung di sebagian besar sekolah. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mencatat,
PJJ
masih berlangsung di 1.840 sekolah di zona merah, 12.124 sekolah di zona
oranye, 6.238 sekolah di zona kuning dan 764 sekolah di zona hijau.
Sedangkan
bantuan kuota gratis masih berlangsung hingga Desember. Bulan September lalu,
kuota gratis diterima oleh 27.305.495 orang yang tersebar di 34 provinsi.