WAHANANEWS.CO, Jakarta - Polemik seputar pembagian kuota haji 2024 kini memasuki babak baru setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan penyimpangan serius dalam alokasi jemaah tambahan.
Kuota tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan oleh Kerajaan Arab Saudi ternyata dibagi rata untuk haji reguler dan haji khusus, bertentangan dengan aturan yang sudah diatur dalam undang-undang.
Baca Juga:
Skandal Kuota Haji 2024 Dibongkar KPK, Gus Yaqut Terancam Dipanggil
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan duduk perkara penyimpangan tersebut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Rabu (6/8/2025).
Ia menyebut bahwa tambahan kuota 20.000 itu merupakan hasil negosiasi Presiden ke-7 RI Joko Widodo dengan Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman pada 19 Oktober 2024, yang kala itu dimaksudkan untuk merespons panjangnya antrean haji reguler.
Namun dalam implementasinya, pembagian kuota tambahan itu tidak sesuai ketentuan dalam Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang menetapkan porsi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Baca Juga:
IPHI Minta KPK Serius Usut Dugaan Korupsi Kuota Haji Khusus
“Harusnya dibagi 18.400 untuk reguler dan 1.600 untuk khusus, tapi kenyataannya dibagi dua, 10.000 dan 10.000. Ini yang jadi perbuatan melawan hukum,” ujar Asep.
KPK menduga, sebagian kuota haji khusus tersebut dialokasikan ke sejumlah travel agent. Karena itu, penyelidik saat ini fokus menelusuri jejak distribusi kuota melalui biro perjalanan.
“Kita ingin melihat ada berapa yang didistribusi pada saat itu, karena hitung-hitungannya kan baru 10.000, tapi untuk membuktikan bahwa memang 10.000 itu didistribusikan ke haji khusus, nah kita berangkatnya dari travel agent ini,” tambah Asep.
Dalam proses penyelidikan, KPK telah meminta keterangan dari berbagai pihak termasuk travel agent, pejabat Kementerian Agama, hingga perwakilan dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Langkah ini merupakan bagian dari upaya membongkar alur distribusi dan tanggung jawab para pihak terkait dalam kasus yang disebut-sebut segera naik ke tahap penyidikan.
Minggu (20/7/2025) lalu, Asep Guntur juga sempat menyatakan bahwa KPK menargetkan dalam waktu dekat proses penyelidikan akan ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Dalam waktu dekat mudah-mudahan kita sudah bisa melangkah ke tahap yang lebih pasti,” ungkapnya.
Perkembangan terbaru terjadi pada Rabu (6/8/2025), saat KPK memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut untuk dimintai keterangan.
Pemanggilan ini diyakini penting dalam membangun konstruksi perkara secara utuh.
“Saya juga meyakini beliau adalah negarawan, beliau juga mantan menteri, akan hadir pada besok hari untuk diminta keterangan yang terkait dengan ini, biar clear,” kata Asep.
Asep juga mengonfirmasi bahwa surat panggilan sudah dikirim dua minggu sebelumnya dan telah sampai ke tangan yang bersangkutan.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Yaqut belum memberikan tanggapan atas panggilan tersebut.
Penyelidikan yang dilakukan KPK menyoroti tata kelola kuota haji yang dinilai harus transparan dan adil, sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelanggaran proporsi pembagian kuota haji dinilai bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bisa mengarah pada perbuatan melawan hukum yang berdampak luas pada keadilan sosial dan tata kelola pelayanan publik.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]