WAHANANEWS.CO, Jakarta – Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah direvisi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan pemerintah. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN disetujui untuk disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna pada Selasa, 4 Februari 2025.
Dalam Undang-undang BUMN terbaru ini terdapat 10 materi pokok yang diklaim DPR untuk meningkatkan dan memperbaiki tata kelola perusahaan milik negara.
Baca Juga:
Soal Penambahan Kewenangan Polri-TNI hingga Kejaksaan, Koalisi Sipil Menolak Keras
Sejumlah substansi pokok, yakni mekanisme privatisasi BUMN yang manfaatnya lebih optimal bagi negara.
Membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dalam meningkatkan tata kelola BUMN lebih optimal menjalankan tugas pokok dan fungsinya mendukung ekonomi nasional.
Selain itu, mengatur business judgement rule (BJR) yang memberi manfaat bagi aksi korporasi dalam meningkatkan kinerja BUMN.
Baca Juga:
Berikut Daftar Sosmed yang Dilarang di Australia untuk Anak di Bawah 16 Tahun
BJR tersebut dinilai melindungi direksi dari tanggung jawab hukum atas keputusan yang berpotensi menyebabkan kerugian negara.
Pengesahan UU BUMN yang baru tersebut menuai kritik. Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito mengatakan, sebelumnya terdapat sejumlah pasal krusial dalam draf UU BUMN ini. Namun, pasca disetujui DPR, naskah UU tersebut belum bisa diakses publik. Hal ini menjadi pertanyaan.
Lakso mengungkapkan, dalam UU BUMN yang baru ada pasal yang menyatakan direksi dan komisaris BUMN bukan penyelenggara negera.