Ketika terjadi lex specialis sistematis atau ketika aturan yang satu dan lainnya berbenturan, maka ketentuan yang lebih spesifik yang digunakan. Dalam hal ini adalah Undang-undang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari KKN.
KPK pun memiliki kewenangan untuk tetap mengusut dugaan korupsi yang terjadi di BUMN. Terlebih Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara masih mengatur tentang pengelolaan BUMN.
Baca Juga:
Soal Penambahan Kewenangan Polri-TNI hingga Kejaksaan, Koalisi Sipil Menolak Keras
"Nah dengan adanya dua track ini, jadi baik soal penyelenggaraan negara maupun soal kerugian keuangan negara, nantinya akan ada kebingungan dalam proses kepastian hukum di Indonesia," ujar Lakso.
Lakso menambahkan, aparat penegak hukum seperti KPK atau Kejaksaan Agung memiliki argumentasi kuat ketika mengusut kasus korupsi di BUMN, yaitu UU Penyelenggara Negara yang Bebas KKN, serta UU Keuangan Negara. Sementara BUMN menggunakan argumentasi UU BUMN baru.
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron, pada Selasa (4/2) membantah bahwa dengan adanya Business Judgement Rule membuat direksi BUMN menjadi kebal hukum. Karena dalam revisi UU BUMN terdapat pasal yang menyebutkan, jika direksi tidak dapat membuktikan dirinya tidak bersalah, maka tetap dapat diproses hukum.
Baca Juga:
Berikut Daftar Sosmed yang Dilarang di Australia untuk Anak di Bawah 16 Tahun
Sementara Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto sepakat dengan adanya prinsip BJR dalam RUU BUMN. Dia menyatakan aparat penegak hukum memang harus berhati-hati menggunakan UU Tipikor dalam mengusut kerugian negara.
"Saya termasuk yang sepakat harus benar-benar hati-hati dalam menerapkan pasal 2 atau 3, khususnya dalam bisnis,” kata Fitroh kepada wartawan pada Senin (3/2).
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.