Kemudian, terdapat pasal yang menyatakan keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN merupakan keuntungan atau kerugian perusahaan itu sendiri. Artinya jika BUMN mengalami kerugian tidak dianggap sebagai kerugian negara.
Dia mempertanyakan pemaknaan dari beberapa pasal tersebut. Pertama, soal komisaris dan direksi BUMN yang disebut bukan penyelenggara negara. Pasal ini akan menimbulkan kebingungan.
Baca Juga:
Soal Penambahan Kewenangan Polri-TNI hingga Kejaksaan, Koalisi Sipil Menolak Keras
"Lalu siapa yang berhak menangani kasus tindak pidana korupsi jika terjadi di BUMN," kata Laksomelansir Suara.com, Senin (10/1/2025).
Sementara itu, mengacu pada Pasal 11 UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang KPK, lembaga antirasuah ini berwenang mengusut kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara.
Namun, jika direksi dan komisaris BUMN disebut bukan penyelenggara negara, maka KPK tidak lagi memiliki kewenangan mengusut kasus korupsi di perusahaan milik negara.
Baca Juga:
Berikut Daftar Sosmed yang Dilarang di Australia untuk Anak di Bawah 16 Tahun
Sedangkan pasal yang menyebut kerugian BUMN bukan kerugian negara, konsekuensi hukumnya yaitu penyelewengan di BUMN tidak lagi termasuk kategori tindak pidana korupsi.
Sehingga, KPK tidak bisa mengusut menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kendati demikian, perubahan prasa komisaris dan direksi bukan penyelenggara negara berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sebab dalam UU ini komisaris dan direksi BUMN masih dinyatakan penyelenggara negara.