WahanaNews.co | Mantan narapidana kasus korupsi atau napi koruptor diperbolehkan mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2024, merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 30 P/HUM/2018.
Dalam putusan itu, MA mengabulkan gugatan Lucianty atas larangan eks napi koruptor nyaleg yang diatur Pasal 60 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2018.
Baca Juga:
Soal Hasil Pilpres 2024: PTUN Jakarta Tak Terima Gugatan PDIP, Ini Alasannya
MA menuliskan sejumlah pandangan saat mencabut larangan itu. Beberapa alasan di antaranya mengaitkan larangan itu dengan hak asasi manusia (HAM) hingga alasan tumpang tindih peraturan.
Langgar HAM
MA berpendapat larangan eks napi koruptor nyaleg bersinggungan dengan pembatasan HAM, terutama hak politik warga negara untuk dipilih dan memilih.
Baca Juga:
KPU Labura Verifikasi Berkas Calon Bupati dan Wakil Bupati di Rantau Prapat: Pastikan Dokumen Sah
MA menyebut hak politik telah tercantum dalam Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Indonesia juga telah meratifikasi kovenan itu melalui UU Nomor 12 Tahun 2005, kata MA.
Mahkamah pun mengutip Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Pasal itu menjelaskan setiap warga negara berhak memilih dan pemilih dalam pemilu.
"Bahwa dalam UU HAM di atas sangat jelas diatur bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum," dikutip dari salinan putusan MA Nomor 30 P/HUM/2018.
Tabrak Empat Undang-undang
MA menyitir Pasal 73 UU HAM soal pembatasan hak asasi hanya dapat dilakukan melalui undang-undang. KPU mengatur larangan eks napi koruptor nyaleg lewat peraturan KPU, bukan undang-undang.
Pada saat yang sama, UU Pemilu tidak mengatur secara rinci larangan eks napi koruptor nyaleg. Dengan demikian, larangan tersebut merupakan norma baru yang tak diatur undang-undang.
"Maka ketentuan tersebut harus dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang dan Nomor 7 tahun 017 tentang Pemilihan Umum juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 43 ayat (1) dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," tulis MA dalam putusan itu.
Aturan Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 merujuk pada UU Nomor 7 Tahun 2017. Pada undang-undang tersebut, hanya ada aturan mengenai narapidana secara umum.
"Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana," bunyi Pasal 240 UU Pemilu.
Hingga saat ini, KPU belum menerbitkan PKPU syarat pendaftaran caleg. Tahapan pemilu baru sampai di proses pendaftaran partai politik peserta pemilu. [qnt]