Norma ambang batas tersebut secara universal dikenal dengan istilah parliamentary threshold.
Bagaimana praktik demokrasi yang kita laksanakan saat ini?
Baca Juga:
Pemohon Uji Materi UU Pemilu Desak Percepatan Pelantikan Presiden Terpilih
Ditilik dari kedudukan rangkap presiden sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan, sejatinya kita adalah penganut sistem presidensial murni.
Oleh karena itu, baik presiden maupun anggota DPR semestinya dipilih melalui pemilu langsung, di mana rakyat mencoblos tanda gambar orang, yakni calon presiden (capres) ataupun calon anggota legislatif (caleg).
Keduanya tidak bisa dicopot di tengah jalan, kecuali karena alasan tindak pidana.
Baca Juga:
Mahfud MD: Saya Lebih Baik dari Prabowo-Gibran, tetapi Rakyat Lebih Percaya Mereka
Sementara kedudukan DPR dalam sistem presidensial murni adalah sebagai wakil rakyat.
Dalam kenyataannya, keberadaan DPR kita dewasa ini diatur layaknya DPR dalam sistem parlementer, di mana DPR adalah wakil partai, dan karena itu norma ambang batas parlemen mutlak harus diterapkan.
Padahal, norma ambang batas parlemen dalam sistem presidensial murni berpotensi melanggar hak asasi caleg yang di daerah pemilihannya memperoleh suara terbanyak, tetapi perolehan suara partainya di tingkat nasional tak memenuhi ketentuan ambang batas parlemen.