Di sanalah pentingnya pembuat UU dan para hakim MK untuk memahami prinsip dasar dalam berdemokrasi, yakni ”hak primer” warga negara tidak boleh direduksi, dikalahkan, dan apalagi dinegasikan oleh ”hak sekunder”, yaitu hak yang lahir karena undang-undang.
Di samping itu, mereka juga perlu memahami hakikat dari makna, tujuan, kontekstual, dan juga logika politik serta filsafat norma ambang batas parlemen dan ambang batas presiden sehingga ke depan tidak terjadi lagi pelanggaran kedaulatan rakyat, tapi sah menurut hukum karena diatur dalam undang-undang.
Baca Juga:
Pemohon Uji Materi UU Pemilu Desak Percepatan Pelantikan Presiden Terpilih
Sikap dan kesadaran untuk mengganti sarana dalam menyaring jumlah calon peserta pemilu, dari semula dengan menggunakan norma ambang batas, diubah dengan memperberat persyaratan administrasi bagi partai untuk bisa menjadi peserta pemilu, pada hakikatnya adalah laku hijrah dari Sodom dan Gomora untuk era kekinian, agar terbebas dari azab sebagaimana dijanjikan Tuhan dalam firman-Nya. (Saurip Kadi, Mayjen TNI Purn Mantan Anggota Fraksi ABRI/Komisi II DPR RI)-yhr
Baca Juga:
Mahfud MD: Saya Lebih Baik dari Prabowo-Gibran, tetapi Rakyat Lebih Percaya Mereka
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul “Ambang Batas Presiden dan Parlemen”. Klik untuk baca: Ambang Batas Presiden dan Parlemen - Kompas.id.
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.