WahanaNews.co, Jakarta - Misteri kematian CHR (16), anak perwira menengah TNI AU di Pos Spion Halim Perdanakusuma pada Minggu (24/9/2023), akhirnya terpecahkan.
Dokter spesialis forensik RS Polri Kramatjati, dr. Arfiani Ika Kesumawati, mengungkapkan bahwa CHR menyebabkan cedera pada tubuhnya sendiri dengan menusukkan dirinya dan kemudian membakar diri.
Baca Juga:
Polisi dan Tim PLN Indonesia Power Lakukan Investigasi Awal Kebakaran PLTU Labuhan Angin
"Dari hasil pemeriksaan, kami dapat menyimpulkan bahwa terpotongnya hati yang menyebabkan pendarahan hebat dan kondisi luka bakar, baik secara terpisah atau bersamaan, menjadi penyebab kematian," ujarnya dalam konferensi pers pada Kamis (23/11/2023).
Tim kedokteran forensik melakukan pemeriksaan pada 25 September pukul 02.00 WIB, dan temuan menunjukkan bahwa CHR memiliki enam luka terbuka atau tusukan pada bagian dada.
Dari enam luka tusuk, tiga di antaranya memotong iga, hati, dan lambung korban. Kemudian, ada darah dalam rongga dada dan organ dalam yang tampak pucat.
Baca Juga:
Dikibusi Lagi Transaksi Sabu, Pria Ini Dibawa Polisi
"Ditemukan adanya luka bakar seluas 91 persen akibat paparan api. Ditemukan pula kandungan karbon monoksida dalam darah, dan ada jelaga di batang tenggorokan," Arfiani berujar.
Ditemukannya jelaga di batang tenggorokan menunjukkan bahwa CHR masih hidup saat terpapar api.
Sementara itu, penyidik Polres Metro Jakarta Timur menyimpulkan bahwa tidak ada indikasi tindak pidana dalam kasus kematian CHR.
Ketika ditanya kembali apakah hal itu berarti CHR meninggal karena bunuh diri, Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Leonardus Simarmata enggan menyampaikan dengan jelas.
Alasannya adalah bahwa penyidik harus menunjukkan empati terhadap keluarga korban, dan tugas mereka hanya mencatat fakta-fakta dari penyelidikan.
"Kami berupaya menghindari agar seseorang yang sudah menjadi korban tidak menjadi korban lagi," ungkap Leonardus.
Kesimpulan, tidak adanya unsur pidana pada kasus meninggalnya CHR didasarkan penyelidikan menggunakan metode scientific crime investigation dan bekerja sama dengan antarprofesi, atau yang populer disebut interkolaborasi.
Ada beberapa hasil penyelidikan yang mengarah pada kesimpulan tersebut, salah satunya hasil otopsi dari tim kedokteran forensik RS Polri Kramatjati.
Leonardus memastikan bahwa penyidik akan menutup kasus ini.
CHR adalah putra perwira menengah (pamen) TNI AU yang ditemukan tewas terpanggang dengan luka bakar 91 persen di Pos Spion, Ujung Landasan 24, Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Penyelidikan kasus ini memakan waktu sekitar dua bulan hingga akhirnya polisi bisa mengungkapnya.
Anak Pamen TNI AU yang Tewas Bunuh Diri di Halim Ingin Mengakhiri Hidupnya Sejak SMP
CHR (16), anak perwira menengah TNI AU yang tewas bunuh diri pada 24 September 2023, disebut ingin mengakhiri hidupnya sejak duduk di bangku SMP.
"Ada data yang konsisten tentang pikiran untuk mengakhiri hidup sejak SMP, serta ketertarikan ke hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan dan sadisme," ungkap dr Nael dari Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) dalam konferensi pers, Kamis (23/11/2023).
Menurut Nael, Apsifor telah mewawancarai sekitar 24 saksi yang mengenal, berinteraksi langsung, dan mengetahui CHR semasa hidupnya.
Apsifor juga meneliti tempat kejadian perkara (TKP), dan menganalisis dokumen berupa tulisan yang dibuat CHR, serta video atau gambar terkait.
Melansir Kompas.com, berdasarkan hasil pemeriksaan secara intensif, ditemukan bahwa CHR ingin mengakhiri hidupnya sejak SMP karena sumber stres atau stresor yang menumpuk.
Akumulasi stresor yang dihadapi korban berdampak pada kondisi psikologisnya.
Banyak Tekanan
Temuan lainnya, CHR mengalami hambatan atau masalah dalam komunikasi dan interaksi sosial dalam berbagai konteks, baik verbal maupun nonverbal.
"Lalu, ada pola perilaku, ketertarikan, dan aktivitas yang berulang," ungkap Nael.
Ciri-ciri ini menjadikan CHR memiliki pola pikir, persepsi, penghayatan, dan cara menyelesaikan masalah yang berbeda dari rekan seumurannya, terutama saat menghadapi tekanan dan stresor.
Selama hidupnya, korban juga mengalami berbagai tekanan, salah satunya adalah tuntutan untuk berinteraksi sosial dan bersosialisasi dengan orang lain.
Selain itu, CHR juga dihadapkan pada tekanan untuk memahami pelajaran-pelajaran, tuntutan akademik, dan konflik di lingkungannya.
"Nael menyatakan kesulitan korban dalam mengekspresikan emosi negatif, khususnya rasa frustrasi dan kemarahan, secara adaptif," ungkapnya.
Akhirnya, CHR memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara menusukkan dirinya sendiri sebanyak enam kali dan membakar tubuhnya.
Proses penyelidikan kasus ini memerlukan waktu sekitar dua bulan sebelum polisi akhirnya berhasil mengungkapnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]