WahanaNews.co | Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dapat keluhan dari banyak pengusaha yang dimintai sumbangan oleh calon kepala daerah di daerah masing-masing saat kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) berlangsung.
Para pengusaha itu mengeluh lantaran semua calon kepala daerah yang ada di wilayah itu meminta uang.
Baca Juga:
Polemik Debat Pilkada Pakpak Bharat: KPUD Diduga Tak Transparan dan Berpotensi Rusak Demokrasi
Hal tersebut tentu membuat pengusaha pusing jika memiliki usaha-usaha lain di berbagai daerah, yang mana juga diminta menyumbangkan uang.
"Banyak pengusaha yang mengeluh dengan sistem pemilihan langsung di daerah, ini rata-rata dia harus menyumbang tidak hanya 1 calon, tapi 2, 3 calon, di daerah yang sama," ujar Bamsoet dalam jumpa pers di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/10/2022).
"Kalau di beberapa daerah pada saat yang sama serentak, ini pusing lah barang itu. Saya banyak teman-teman Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) yang ngeluh kepada saya," sambung Bamsoet.
Baca Juga:
Langkah Pengamanan Menjelang Pilkada Serentak, Asistensi Operasi Damai Cartenz di Intan Jaya
Oleh karena itu, Bamsoet berencana akan mengevaluasi pilkada yang dilangsungkan di Indonesia.
Dia menerangkan, evaluasi itu baru bersifat diskusi.
Dirinya pun sudah meminta sejumlah pihak seperti akademisi ikut mengkaji hal tersebut.
Rencana ini muncul diawali karena Bamsoet bertanya-tanya, kenapa banyak kepala daerah yang dipilih melalui pilkada ditangkap karena korupsi.
"Tapi kita sudah evaluasi, kita mulai kenapa kok masih banyak korupsi kepala daerah yang ditangkap. Banyak yang ditangkap kepala daerah," ujar Bamsoet.
Untuk itu, Bamsoet hendak mengevaluasi sistem demokrasi pada pilkada yang berlangsung.
Dia ingin melihat seberapa banyak manfaat dan mudarat dari pilkada yang dijalankan Indonesia.
"Jadi bukan pilpres atau pilegnya, tapi kita lebih kepada pilkada, pemilu pilkadanya," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto yang turut hadir dalam konferensi pers tersebut menyebut, mereka berbicara dalam konteks tatanan kebijakan.
"Kita bicara dalam tatanan kebijakannya, bukan tatanan operasional. Jadi kembali tadi, masalah teknis tentu tidak kami bicarakan ya," kata Wiranto. [qnt]