WAHANANEWS.CO, Jakarta - Bareskrim Polri berhasil mengungkap sindikat penipuan menggunakan teknologi deepfake yang mencatut nama Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta sejumlah pejabat negara lainnya.
Polisi telah menangkap tersangka berinisial AMA (29), seorang pekerja swasta di Lampung Tengah, pada 16 Januari 2025.
Baca Juga:
Laporan Polisi Terkait Kesaksian Palsu Kasus Pembunuhan Vina dan Eky Diterima Bareskrim Polri
Dalam menjalankan aksinya, AMA bekerja sama dengan FA, yang saat ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
FA diduga bertanggung jawab dalam pembuatan dan pengeditan video deepfake yang memanfaatkan wajah serta suara pejabat negara, sementara AMA bertugas mengunggah video ke media sosial.
Mereka berhasil meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah dari modus penipuan ini.
Baca Juga:
Bareskrim Selidiki Dugaan Korupsi Proyek Penerangan Jalan Tenaga Surya di Kementerian ESDM
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, mengungkapkan bahwa kasus ini terbongkar berkat patroli siber yang dilakukan timnya.
Salah satu temuan awal adalah video mencurigakan yang beredar di Instagram, menampilkan sosok Presiden Prabowo dalam sebuah pernyataan yang ternyata palsu.
Investigasi lebih lanjut pun dilakukan, hingga akhirnya AMA ditangkap.
Modus Penipuan Video Deepfake Pejabat
Himawan menjelaskan bahwa pelaku menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) deepfake untuk membuat video seolah-olah pejabat negara menyampaikan informasi terkait bantuan pemerintah bagi masyarakat.
“Video dibuat dengan narasi yang meyakinkan, seolah-olah pemerintah menawarkan bantuan kepada masyarakat,” ujar Himawan dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2025).
Dalam video tersebut, tercantum nomor WhatsApp yang bisa dihubungi oleh masyarakat.
Korban yang tertarik kemudian diarahkan untuk mengisi formulir pendaftaran sebagai penerima bantuan. Setelah itu, mereka diminta mentransfer sejumlah uang dengan dalih biaya administrasi.
Setelah korban membayar, tersangka menjanjikan pencairan dana bantuan. Namun, bantuan tersebut tidak pernah ada, dan korban akhirnya tertipu.
Tersangka AMA mengaku telah menjalankan praktik penipuan ini sejak 2020. Selama ini, ia menyebarkan berbagai video deepfake yang menampilkan pejabat negara serta figur publik ternama di Indonesia.
Dittipidsiber Bareskrim telah mengidentifikasi 11 korban dari berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Timur dan Sumatera Selatan.
“Total keuntungan yang diperoleh tersangka selama empat bulan terakhir mencapai sekitar Rp 30 juta,” ungkap Himawan.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi juga menyita sejumlah barang bukti, di antaranya ponsel, kartu tanda penduduk (KTP), dan rekening bank milik tersangka.
AMA dijerat dengan Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 378 KUHP.
Polisi masih menyelidiki kemungkinan adanya anggota sindikat lain dalam kejahatan ini.
“Kami terus menelusuri jaringan ini, karena bisa jadi ada pihak lain yang bertugas membuat konten, memasarkan, dan mengelola rekening hasil kejahatan. Semua kemungkinan masih kami dalami,” ujar Himawan.
Tingkatkan Patroli Siber
Dittipidsiber Bareskrim Polri bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) untuk meningkatkan patroli siber guna mencegah penyalahgunaan teknologi AI dalam pembuatan video deepfake.
“Patroli siber ini bertujuan untuk mengantisipasi penyebaran video deepfake yang dapat mempengaruhi opini publik,” jelas Himawan.
Ia menambahkan bahwa video deepfake yang menampilkan pejabat negara dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan hoaks dan mempengaruhi persepsi masyarakat.
“Jika tidak ditindaklanjuti, hal ini dapat menciptakan manipulasi opini publik terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan kabinetnya,” tambahnya.
Sebagai langkah pencegahan, Bareskrim Polri akan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Digital untuk meningkatkan literasi digital masyarakat.
“Kami juga akan melakukan edukasi luas mengenai bahaya deepfake, agar masyarakat lebih waspada terhadap informasi palsu yang beredar di media sosial,” tutup Himawan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]