WahanaNews.co | Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mendukung Bawaslu RI memperketat pengawasan terhadap pelayanan dan prosedur pendaftaran dokumen Partai Politik (Parpol) Pemilu 2024.
"Kami mendorong Bawaslu RI dan jajarannya memasifkan pengawasan kepada pelayanan dan prosedur pendaftaran dokumen partai politik calon peserta pemilu yang dilakukan oleh Tim Helpdesk KPU RI," kata Manajer Pemantau Sekretariat Nasional (Seknas) JPPR Aji Pangestu saat dikonfirmasi, di Jakarta, Selasa.
Baca Juga:
Ketua Bawaslu: Seharusnya Pemilu dan Pilkada Dipisah Tak Digelar Dalam Satu Tahun
Menurut Aji, hal tersebut perlu dilakukan karena berdasarkan pemantauan Seknas JPPR terhadap pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024 di KPU RI, tepatnya selama 8 hari terakhir, terdapat beberapa temuan yang menjadi potensi pelanggaran administrasi pemilu dan potensi pelanggaran lainnya, seperti minimnya pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu di Tim Helpdesk KPU saat melayani pendaftaran terkait dengan dokumen partai politik calon peserta pemilu masih minim.
Padahal, kata dia, Bawaslu seharusnya memastikan bahwa pelayanan pendaftaran oleh KPU sesuai dengan Pasal 19 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2022, yakni berlangsungnya tahapan menerima dokumen pendaftaran, memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen pendaftaran, menetapkan status pendaftaran, dan memberikan data pengambilan atau tanda terima.
Di samping itu, Aji pun menyampaikan bahwa Tim Pemantau Seknas JPPR Bidang Digitalisasi menemukan potensi permasalahan dalam perubahan sistem informasi pemilu yang terjadi sejak tanggal 5 sampai hari ini terkait dengan fitur cek keanggotaan partai politik.
Baca Juga:
Bawaslu Kaltim Gelar Penguatan Kapasitas Putusan dan Keterangan Tertulis PHP Pilkada 2024
"Dalam hal ini, JPPR menemukan bahwa telah terjadi perubahan sistem informasi pemilu yang menyebabkan masyarakat kebingungan dan kesulitan untuk melakukan pengecekan terhadap informasi keanggotaan partai politik yang diinput oleh partai politik calon peserta pemilu ke dalam Sipol," ujar dia.
Khususnya mengenai perubahan terhadap penginputan nomor induk kependudukan (NIK) yang seharusnya hanya dibolehkan menginput angka dengan batasan 16 digit, menurut Aji, meskipun masyarakat tidak menginput data di kolom yang tersedia, sistem tersebut menghasilkan keterangan "NIK tidak terdaftar dalam Sipol".
"Kemudian, jika masyarakat menginput kata dalam sistem tersebut, akan menghasilkan keterangan NIK dengan kata 'tidak terdaftar dalam Sipol'. Selain itu, ketika masyarakat memasukkan angka secara acak kurang dari 16 digit, sistem tersebut akan menampilkan angka acak itu dengan catatan 'NIK tidak terdaftar'. Selanjutnya, jika masyarakat melakukan input angka dan huruf dalam sistem tersebut, maka sistem tersebut akan menampilkan angka dan huruf yang sama dengan keterangan 'tidak terdaftar dalam Sipol'," ujar Aji.