WahanaNews.co, Jakarta - Alasan utama di balik pemecatan Ipda Rudy Soik saat menyelidiki peredaran BBM ilegal di Nusa Tenggara Timur (NTT) menyisakan polemik karena ada dua versi kronologi yang berlainan.
Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas TPPO) memberikan keterangan yang berbeda soal pemecatan Ipda Rudy dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPR, Senin (28/10).
Baca Juga:
ICJR Desak UU TPPO Segera Diperbaiki, 17 Tahun Tak Direvisi
Melansir CNN Indonesia, Jarnas yang dipimpin politikus Partai Gerindra sekaligus ponakan Presiden Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati itu hadir untuk membela Ipda Rudy Soik yang dinilai menerima kriminalisasi dalam kasus tersebut.
Sedangkan, Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga mewakili lembaganya yang telah memberhentikan Rudy karena diduga telah melakukan pelanggaran disiplin. Kasus Rudy saat ini tengah naik banding.
"Kita fokus mencari solusinya seperti apa, kita kadang dalam penegakan hukum itu, benar kita menegakkan aturan, tapi di atas aturan itu yang paling penting itu kebijaksanaan," kata Kedua Komisi III DPR, Habiburokhman dalam rapat.
Baca Juga:
Imigrasi Gandeng Polri dan BP2MI Tingkatkan Kapasitas SDM Pimpasa
Rudy telah dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) pada 11 Oktober lalu karena diduga melanggar disiplin anggota. Namun, pihak Rudy membantah hal itu dan menyebut pemberhentian dirinya sebagai upaya kriminalisasi.
Pada kesempatan itu, Polda NTT melalui Kapoldanya, Irjen Daniel menyebut Rudy Soik diberhentikan karena melakukan pelanggaran etik berupa karaoke saat jam dinas bersama tiga anggota lain dari Polresta Kupang.
Namun, saat proses sidang etik, dari empat anggota, hanya Rudy Soik yang menolak dan mengajukan banding. Walhasil, hukuman terhadap Rudy naik dari semula demosi tiga tahun menjadi lima tahun.