"Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024."
Pasal 201 ayat (8) UU No. 10 Tahun 2016:
Baca Juga:
Soal Upah Minimum Sektoral, Presiden Prabowo Arahkan Perumusan Pasca Putusan MK
"Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024."
Pasal 201 ayat (9) UU No. 10 Tahun 2016:
"Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali Kota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024."
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Donal mengungkapkan para pemohon mempunyai argumentasi yang berbeda dari permohonan pemohon lain sebelumnya. Ia beranggapan pembentuk Undang-undang tidak memperhitungkan dengan cermat implikasi teknis atas pilihan Pilkada serentak nasional 2024 sehingga berpotensi menghambat Pilkada yang berkualitas.
Atas seluruh argumentasi yang dijelaskan secara detail dalam permohonan, para pemohon meminta MK untuk membagi keserentakan Pilkada Nasional pada 546 daerah otonomi menjadi dua gelombang.
Pelaksanaan gelombang pertama pada bulan November 2024 sebanyak 276 daerah, dan selanjutnya gelombang kedua sebanyak 270 daerah dilaksanakan pada bulan Desember 2025.