WahanaNews.co | Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merekomendasikan penyitaan aset milik terpidana kasus pemerkosaan Herry Wirawan guna membiayai restitusi atau ganti rugi kepada para korban.
"Pembayaran restitusi dapat dibebankan dari aset yayasan pelaku," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, dilansir Antara, Rabu (23/2/2022).
Baca Juga:
Jaksa Tolak Pleidoi, Kuasa Hukum Supriyani Tetap Yakin Akan Putusan Bebas
Edwin menjelaskan, mekanisme yang bisa dilakukan yaitu dengan membubarkan yayasan pendidikan milik terpidana Herry untuk kemudian disita dan dijual guna membayarkan seluruh ganti rugi korban.
"Adapun penyitaan aset ini harus dilakukan sejak awal agar segera dapat dibayarkan kepada korban atau pihak keluarga korban," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung memutuskan terdakwa Herry Wirawan, pemerkosa 13 santriwati, divonis penjara seumur hidup.
Baca Juga:
Jaksa Bidik Proyek PSU Milik Suku Dinas PRKP Jakarta Pusat
Menurut hakim, Herry terbukti memerkosa 13 santriwati yang merupakan anak didiknya.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara seumur hidup," ujar Ketua Majelis Hakim Pengadilan Mejelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung, Yohanes Purnomo Purwo Adi saat membacakan amar putusan, Selasa (15/2/2022).
Selain itu, majelis hakim juga memutuskan biaya restitusi atau ganti rugi sebesar Rp331 juta terhadap para korban pemerkosaan Herry Wirawan dibebankan kepada negara. Dalam hal ini, hakim menyebut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Kendati demikian, pada Selasa (22/2/2022), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat resmi melakukan banding terkait pembebanan restitusi Rp331 juta kasus pemerkosaan terpidana Herry Wirawan.
Menurut Kepala Kejati Jabar Asep N. Mulyana, seharusnya biaya restitusi tetap dibebankan kepada tersangka, karena perbuatan pidana tersebut bukan merupakan kesalahan negara.
"Ini seolah-olah negara kemudian yang salah. Seolah-olah kemudian akan menciptakan bahwa ada pelaku-pelaku lain nanti kalau berbuat kejahatan, itu ada negara yang menanggung (ganti rugi korban)," kata Asep, dilansir dari Antara, Selasa (22/2/2022).
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa banding ini dilakukan guna meluruskan dan mencegah timbulnya pelaku-pelaku asusila lainnya.
Pihak Kejati menuntut agar restitusi sebesar Rp 331 juta yang diberikan kepada korban kasus pemerkosaan 13 santriwati bisa dibebankan langsung kepada tersangka, yakni Herry Wirawan.
Dia menjelaskan bahwa restitusi dan kompensasi merupakan dua hal berbeda. Menurutnya, biaya restitusi untuk para korban harus dibebankan kepada pelaku.
Sehingga, lanjutnya, dalam poin banding tersebut jaksa tetap menuntut agar yayasan pesantren milik Herry dibubarkan dan disita sebagai perampasan aset.
"Makanya kami kemudian meminta kepada hakim untuk banding; untuk kemudian mengabulkan permohonan kami, termasuk pembubaran dan perampasan aset yayasan," jelasnya. [rin]