Rizieq lantas berbicara tentang UU tentang Agraria. Menurut
dia, jika ada tanah yang telantar selama 20 tahun, tanah itu bisa menjadi milik
penggarap.
"Ini bukan 20 tahun lagi, tapi 30 tahun, Jadi
masyarakat berhak tidak? (dijawab berhak oleh pendengar). Bukan ambil tanah
negara," katanya.
Baca Juga:
Pengadilan Negeri Surabaya Sidangkan Kasus Penipuan Investasi Gula Rp10 Miliar Dua Pengacara
Imam Besar FPI itu lantas bercerita soal awal mula dia
membeli lahan untuk dibuatkan pesantren. Dia tidak menyebut kapan dia membeli
lahan tersebut dari petani penggarap.
Rizieq pun mengatakan masih menyimpan bukti jual-beli, dan
pihak pemerintah sudah mengetahui pembangunan tersebut. Bahkan Rizieq menyebut
Gubernur Jawa Barat telah mengetahui pembangunan Markaz Syariah di Megamendung.
"Kami membayar kepada petani, bukan merampas, kami
datangi petaninya, 'Anda mau jual lahan nggak? Saya mau bangun pondok pesantren
di sini.' Para petani datang, 'Habib, bayari tanah kami kalau mau buat
pesantren,'" kata Rizieq.
Baca Juga:
Kejati Sulteng Lamban Tuntaskan Kasus Korupsi-TPPU Astra Agro Lestari-RAS-PTPN XIV
"Jadi mereka datang, ada punya 1 hektare, 2 hektare,
ada juga 1,2 hektare, datanglah mereka membawa surat ditandatangani oleh lurah,
tanda tangan RT dan RW, jadi tanah ini ada suratnya, bukan merampas,"
ujarnya.
Rizieq menjelaskan pihaknya tidak menolak jika diminta
pindah. Namun dia meminta negara mengganti rugi agar dia bisa membangun pesantren
di tempat lain.
"Kalau pemerintah melihat lahan ini perlu diambil oleh
negara, kami nggak nolak, ambil, silakan. Kapan saja pemerintah mau ambil ini
tanah, kalau merasa tanah ini, negara, silakan ambil. Tapi tolong kembalikan
semua uang yang sudah dikeluarkan oleh umat. Untuk memberikan dan membangun
tempat ini, supaya uang tersebut bisa kita pindahkan ke tempat lain untuk
membangun yang sama. Bukan seenaknya rampas-rampas saja," katanya.