WAHANANEWS.CO, Jakarta - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin secara terbuka mengungkap bahwa dirinya pernah ditawari uang dalam jumlah sangat besar agar menghentikan proses hukum suatu kasus yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dalam program #QNAMETROTV yang tayang di Metro TV, Burhanuddin mengaku ada pihak yang berani menawarkan Rp 2 triliun agar kasusnya tidak dilanjutkan.
Baca Juga:
Ada Group WA Orang-orang Senang di Kasus Pertamina, Kejagung: Kita Lagi Dalami Ya!
"Ada yang mau kasih saya Rp 2 triliun supaya perkaranya dihentikan," ujarnya dalam wawancara yang dikutip dari YouTube Metro TV, Kamis (20/3/2025).
Meski diiming-imingi jumlah yang fantastis, Burhanuddin menolak tegas tawaran tersebut.
Ia tidak mengungkap kasus apa yang memicu upaya suap tersebut, tetapi Kejagung memang sedang gencar membongkar sejumlah skandal korupsi besar di Indonesia.
Baca Juga:
Jaksa Agung Burhanuddin Turun Langsung Salurkan Bantuan Korban Banjir
Salah satu kasus terbesar yang ditangani adalah korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022, yang menyebabkan kerugian negara serta dampak lingkungan hingga mencapai Rp 300 triliun.
Skandal ini melibatkan 22 tersangka, dengan sebagian besar telah divonis bersalah.
Kasus ini bahkan melampaui skandal korupsi besar lainnya, seperti BLBI yang merugikan negara Rp 138,4 triliun, korupsi PT Duta Palma Group sebesar Rp 100 triliun, hingga kasus PT Asabri dan Jiwasraya yang masing-masing mencapai puluhan triliun rupiah.
Terbaru, Kejagung juga mengungkap kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Patra Niaga, yang menyeret sembilan tersangka, termasuk Direktur Utama Riva Siahaan.
Kasus ini ditaksir merugikan negara hingga Rp 968,5 triliun dalam lima tahun terakhir.
Keberhasilan Kejagung dalam membongkar berbagai skandal korupsi besar membuat Burhanuddin mendapat julukan sebagai "Jaksa Agung Pemburu Koruptor."
Dorongan Hukuman Mati bagi Koruptor
Burhanuddin juga menegaskan keinginannya agar koruptor yang merugikan negara dalam jumlah besar dijatuhi hukuman mati.
"Saya berharap ada hukuman lebih berat bagi koruptor, termasuk hukuman mati," ujarnya dalam program Gaspol! Kompas.com, Jumat (14/3/2025).
Ia mencontohkan kasus korupsi PT Asabri yang melibatkan Benny Tjokrosaputro, di mana Kejagung sempat menuntut hukuman mati.
Namun, hakim hanya menjatuhkan vonis nihil karena Benny sudah dihukum seumur hidup dalam kasus Jiwasraya.
Burhanuddin mengaku kecewa dengan putusan tersebut.
"Jujur, saya kecewa. Putusannya nihil karena terdakwa sudah dihukum seumur hidup di kasus lain. Seumur hidup kan tidak bisa dijatuhkan dua kali," katanya.
Selain hukuman mati, Burhanuddin menilai sanksi sosial juga menjadi bentuk hukuman berat bagi para koruptor.
Ia berharap para calon koruptor berpikir dua kali sebelum melakukan kejahatan, mengingat dampak sosial yang akan dirasakan oleh keluarganya.
"Dengan sanksi sosial, bukan hanya pelaku yang dihukum, tapi keluarganya juga terkena dampaknya. Bayangkan kalau anaknya mau menikah, lalu ada yang bilang, ‘Oh, ini anak koruptor itu.’ Itu sudah jadi hukuman tersendiri," tandasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]