WahanaNews.co, Jakarta - Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), berpendapat bahwa wacana penggunaan hak angket terkait dugaan kecurangan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 tak lebih dari gertakan politik.
Menurut Jimly, penerapan hak angket tidak akan memberikan dampak yang signifikan karena dilakukan dalam jangka waktu yang terbatas, yakni 8 bulan sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden pada tanggal 20 Oktober 2024 mendatang.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
Sehingga, langkah tersebut dianggap tidak efektif atau tidak berpengaruh secara substansial.
"Hak angket itu kan, hak interpelasi, hak angket, penyelidikan, ya waktu kita 8 bulan ini sudah enggak sempat lagi, ini cuma gertak-gertak politik saja," kata Jimly, mengutip Kompas, Kamis (22/2/2024).
Jimly menyatakan bahwa terdapat banyak jalur yang dapat diambil jika ada perasaan ketidakpuasan terhadap integritas pelaksanaan pemilu, seperti melalui Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), atau mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Selain itu, pakar hukum tata negara ini menilai bahwa dugaan kecurangan tersebut tidak hanya berdampak menguntungkan satu pihak, melainkan melibatkan ketiga kandidat dalam Pemilihan Presiden 2024.
"Jadi jangan karena kemarahan lalu menggerakkan kebencian kolektif lalu menggerakkan gerakan untuk pemakzulan atau apalah namanya itu," ujar dia.
Jimly juga menyarankan kepada semua kandidat untuk tidak menimbulkan keriuhan baru, malah sebaiknya memberi selamat kepada pasangan yang sudah unggul dalam hitung cepat sejumlah lembaga.