Skandal ini berawal dari kasus dugaan suap dalam penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang menjalar ke berbagai lini kekuasaan, termasuk lembaga peradilan dan media.
Kasus ini menyeret delapan tersangka, termasuk Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara Wahyu Gunawan, serta kuasa hukum korporasi Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
Baca Juga:
Kejagung Ungkap Peran 3 Tersangka Baru Kasus Perintangan Impor Gula
Selain itu, tiga hakim yang memeriksa dan memutus perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto (ketua majelis), Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom (anggota majelis), juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap.
Peran penting dalam pusaran skandal ini juga dimainkan oleh Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei.
Ia diduga menjadi pihak yang menyiapkan uang suap sebesar Rp60 miliar, yang kemudian disalurkan melalui pengacara perusahaan kepada hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Baca Juga:
Sebelum Ditangkap Hakim Djuyamto Diduga Titip Rp500 Juta dan Cincin ke Satpam
Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima bagian terbesar suap senilai Rp60 miliar. Sementara tiga hakim lainnya—Djuyamto, Agam, dan Ali—diduga menerima total suap Rp22,5 miliar.
Tujuan pemberian suap ini adalah untuk memperoleh putusan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Vonis ini menyatakan bahwa terdakwa memang terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun tidak memenuhi unsur sebagai tindak pidana.