WahanaNews.co, Jakarta - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman, mengatakan bahwa Ketua KPK, Firli Bahuri, telah memberikan keterangan palsu terkait klaim kehilangan mobilnya setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, belum lama ini.
Firli menyatakan bahwa ia terpaksa menggunakan mobil yang ditawarkan oleh seseorang.
Baca Juga:
MAKI Minta Jokowi Turun Tangan Soal Polemik Masa Jabatan KPK
Boyamin menjelaskan bahwa tidak mungkin mobil Firli Bahuri hilang di Markas Besar (Mabes) Polri karena area tersebut sangat ketat pengawasannya.
"Itu saya yakin dia berbohong, karena tak mungkin mobil hilang dalam kompleks Mabes Polri. Mobil bisa masuk Mabes Polri itu dengan pengecekan atau pengawasan yang ketat. Karena tanpa akses yang tidak diizinkan ya nggak bisa masuk. Bahkan level anggota yang bisa masuk hanya bintang 1 atau Kombes yang punya akses karena punya jabatan, nggak sembarangan bisa masuk atau anggota kepolisian yang punya akses karena punya jabatan saja yang bisa masuk," ujar Boyamin pada wartawan, Selasa 21 November 2023.
Menurut Boyamin, kata 'hilang' yang digunakan Firli Bahuri itu penuh drama, lantaran Bareskrim terbilang area aman yang diawasi banyak kamera CCTV.
Baca Juga:
MAKI: Kasus Jet Pribadi Brigjen Hendra Beririsan dengan Konsorsium Judi dan Tambang Ilegal
"Nah ketika Pak Firli masuk kan diatur untuk bisa masuk, artinya ada yang mengurus protokoler, KPK bersama kepolisian. Jadi istilah hilang itu saya yakin tidak benar. Nggak mungkin hilang di dalam, karena diawasi CCTV segala macam. Kata-kata hilang itu didramatisir. Karena mobil lawyer, tamu biasa, jarang bisa masuk di Mabes Polri," kata dia.
Boyamin juga menyampaikan bahwa pada saat Firli Bahuri menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, keberadaannya tidak terpantau oleh awak media. Boyamin menyatakan bahwa kemampuan Firli untuk masuk dan keluar tanpa diketahui awak media adalah bukti bahwa Firli sudah familiar dengan Mabes Polri.
"Kemarin juga gitu diulangi lagi, diduga naik ke lantai berapa, turun kemudian lewat depan lobby tapi ketahuan wartawan. Jadi saya menyatakan Pak Firli tidak asing di Mabes Polri karena bisa menyusup dan keluar tanpa diketahui wartawan. Dan Itu bukan karena diistimewakan Polri loh. Kecuali kalau diistimewakan, dikawal, dikamuflase. Ini sama sekali tidak dibantu Polri. Jadi Pak Firli tidak asing di Mabes Polri," ucapnya.
Menurutnya, Polri telah menunjukkan sikap profesional selama pemeriksaan terhadap Firli Bahuri, memperlakukannya dengan cara yang sama seperti saksi dalam kasus lain.
Meskipun begitu, Firli merasa tidak nyaman karena merasa tidak dilindungi oleh Polri.
"Jika merasa asing karena berbeda, merasa tidak nyaman karena masa pengabdian selama bertahun-tahun, namun merasa seperti asing, seolah-olah tidak mendapat perlindungan dari lembaganya sendiri terkait dengan permasalahan yang ada, itu menunjukkan bahwa Mabes Polri telah bersikap profesional. Semua orang yang diduga terkait atau sebagai saksi diperlakukan dengan cara yang sama," kata Boyamin.
Ketika Firli diperiksa sebagai saksi, sambungnya, dia diperlakukan dengan cara yang sama, sehingga mungkin terkejut seolah-olah mencoba untuk menghindar dari wartawan karena kurang rasa percaya diri.
Kondisi ini berbeda dengan di KPK. Firli merasa percaya diri bahkan sampai mengadakan konferensi pers satu arah tanpa sesi tanya jawab. Hal ini karena rasa percaya diri yang diperolehnya di kantornya.
"Namun, jika berada di Mabes Polri, dia merasa tidak nyaman dan enggan bertemu dengan wartawan," tambahnya.
Boyamin menilai bahwa keinginan Firli terkait kepastian hukum, yakni penyelesaian perkara, merupakan hal yang wajar. Dia berharap agar kepastian hukum dalam kasus tersebut dapat mencakup penetapan tersangka baru dengan segera.
"Pak Firli ingin segera ada kepastian hukum dengan maksud kepastian hukum ditutup perkaranya. Boleh-boleh saja Pak Firli menghendaki gitu, tapi kan penyidik punya cara menentukan ini diteruskan apa dihentikan," tuturnya.
Selanjutnya, Boyamin mencatat bahwa masih banyak kasus yang belum diselesaikan di KPK. Beberapa di antaranya termasuk kasus e-KTP dan Harun Masiku yang belum mendapatkan penyelesaian.
"Menurut pandangan saya, pernyataan Pak Firli ini berlawanan dengan kondisi di KPK, karena masih banyak perkara yang tertunda, belum ditangani terkait dugaan TPPU, serta kasus korupsi izin tambang di Kota Waringin, e-KTP, dan Harun Masiku. Jadi, ketika Pak Firli menginginkan percepatan penanganan kasusnya, sementara di KPK banyak perkara yang masih terhenti, ini kan berbanding terbalik," pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]