WAHANANEWS.CO, Jakarta - IIndonesia Police Watch (IPW) mendesak Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Wahyu Widada, untuk mengevaluasi dan mengawasi kinerja Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri terkait penetapan tersangka terhadap dua advokat, Hendra Sianipar dan Sopar Jepry Napitupulu.
Keduanya diduga terlibat dalam pembuatan dan penggunaan surat kuasa palsu atas nama kliennya.
Baca Juga:
Gugatan Perdata Rp1,6 Miliar Ungkap Sisi Lain Kasus FA di Jakarta Selatan
Penetapan status tersangka terhadap kedua advokat ini didasarkan pada laporan polisi nomor: LP/B/24/1/2024/SPKT/BARESKRIM dengan pelapor Andreas Sakti.
Dugaan tindak pidana yang disangkakan mencakup pemalsuan surat dan/atau penggunaan surat palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menilai bahwa penetapan tersangka ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Baca Juga:
AKBP Bintoro Diduga Peras Bos Prodia, Ini Pembelaannya dan Sikap IPW
"Surat kuasa yang dipermasalahkan telah diberikan secara sah oleh klien mereka, Lukman Sakti Nagaria, dengan tanda tangan atau cap jempol yang disaksikan langsung oleh para advokat," ujar Sugeng.
Selain itu, tuduhan terhadap dua advokat tersebut terkait penggunaan surat kuasa dalam perkara sengketa tanah di Rorotan, Jakarta Utara, juga dinilai tidak berdasar.
"Tanah yang menjadi sengketa memiliki Sertifikat Hak Milik No. 5843 dan 5844 atas nama Lukman Sakti Nagaria. Dalam perkara ini, lahan tersebut juga sempat diklaim oleh pihak lain, termasuk nama purnawirawan polisi, Edi Darnadi," jelasnya.
Sugeng menegaskan bahwa advokat memiliki hak untuk mewakili kliennya berdasarkan surat kuasa yang sah.
"Advokat tidak bertanggung jawab atas keabsahan material identitas klien, selama dokumen yang digunakan sesuai dengan data kependudukan yang sah. Jika terbukti bahwa klien memberikan informasi palsu, maka tanggung jawab hukum berada pada klien, bukan pada advokat, kecuali jika advokat terlibat langsung dalam pemalsuan dokumen," tegasnya.
IPW menilai bahwa penetapan tersangka terhadap dua advokat ini merupakan bentuk kriminalisasi dan mendesak agar status tersebut segera dicabut.
Sugeng mengingatkan bahwa sesuai Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan putusan Mahkamah Konstitusi No. 26/PUU-XI/2013, "advokat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata dalam menjalankan tugasnya dengan itikad baik, baik di dalam maupun di luar pengadilan."
Dua advokat yang menjadi tersangka telah mengadukan kasus ini ke Kadiv Propam Polri melalui surat bernomor 003/PH-LP/II/2025 pada 6 Februari 2025, terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran kode etik oleh penyidik.
Sugeng menyoroti bahwa kasus ini melibatkan pihak-pihak berkepentingan dari korporasi besar dan figur purnawirawan perwira tinggi Polri.
"Hal ini menunjukkan masih adanya ketimpangan dalam sistem hukum, di mana keadilan lebih sulit didapatkan oleh rakyat kecil. Kami berharap Polri tetap berpegang pada prinsip hukum yang adil dan tidak berat sebelah," tandasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]