WahanaNews.co, Jakarta – Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjawab pertanyaan bagaimana cara Eddy dapat menjanjikan SP3 di Bareskrim, padahal posisinya berada di Kemenkumham. Menurutnya, siapa saja bisa membantu mengurus masalah tersebut asal memiliki uang.
Alexander a mengatakan mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej yang berjanji bisa membantu Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan mendapat surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari Bareskrim seperti mafia hukum.
Baca Juga:
Usai Eddy Hiariej Menang, Bos PT CLM Minta KPK Setop Penyidikan
"Ini yang istilahnya mafia hukum atau apa dan sebagainya. Kan seperti itu kejadiannya. Tidak saja orang-orang yang mempunyai kewenangan yang bisa mengatur, tetapi pihak di luar pun kadang-kadang bisa mengatur. Sepanjang itu tadi, ada harga dan cocok, ya sudah terjadilah di situ. Kan begitu," kata Alex di Jakarta, Jumat (8/12/2023) melansir CNN Indonesia.
Alex mengatakan siapa saja bisa menjanjikan untuk mendapat SP3 asal memiliki uang, meskipun yang bersangkutan tak memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat tersebut. Ia mencontohkan pengacara yang bisa mempengaruhi putusan hakim.
"Yang urusan SP3, kenapa bisa? Kenapa tidak bisa? Kan begitu. Saya balik lagi kenapa tidak bisa? Siapa saja bisa ngurus, kan gitu kan, asal punya duit. Sama saja kan, pengacara bisa mempengaruhi hakim, 'Kok bisa? Kan dia bukan yang memutus, yang memutus kan hakim'," ujarnya.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Suap Eks Wamenkumham Eddy Hiariej KPK Tegaskan Tetap Proses
"Bisa aja. Kan namanya juga barangkali (Eddy Hiariej) kenal baik dengan pihak Bareskrim atau penyidiknya, bisa saja," kata Alex menambahkan.
Sebelumnya, KPK mengungkap Eddy Hiariej diduga menerima uang senilai Rp3 miliar dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan terkait penerbitan SP3 di Bareskrim.
Terdapat empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah mantan Wamenkumham, Eddy Hiariej; pengacara, Yosi Andika Mulyadi; asisten pribadi Eddy Hiariej, Yogi Arie Rukmana; dan Wiraswasta/Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan.
Kasus ini bermula dari terjadinya sengketa dan perselisihan internal di PT Citra Lampia Mandiri dari 2019-2022 terkait status kepermilikan. Helmut, selaku Direktur Utama PT CLM, berinisiatif untuk mencari konsultan hukum untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Nama Eddy muncul sebagai rekomendasi yang diperoleh.
Sekitar April 2022, terdapat pertemuan di rumah dinas Eddy. Pertemuan itu dihadiri Helmut bersama staf dan pengacara PT CLM, Eddy, Yogi hingga Yosi. Kesepakatan yang dicapai adalah Eddy siap memberikan konsultasi hukum terkait administrasi hukum umum PT CLM.
Eddy kemudian Yogi dan Yosi sebagai representasi dirinya. Besaran fee yang disepakati untuk diberikan Helmut kepada Eddy sejumlah sekitar Rp4 miliar.
Tak hanya itu, KPK mengungkap Helmut juga memberikan uang sejumlah Rp1 miliar guna keperluan pribadi Eddy maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Total uang yang saat ini diduga dalam kasus ini berjumlah Rp8 miliar. Helmut dan Eddy disebut sepakat bahwa teknis pengiriman uang di antaranya melalui transfer rekening bank atas nama Yosi dan Yogi.
Helmut telah resmi ditahan di Rutan KPK. Sebagai pemberi, Helmut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor. Sementara Eddy belum ditahan meskipun telah diperiksa sebagai tersangka.
[Redaktur: Alpredo Gultom]