WahanaNews.co | Eks Panglima TNI, Gatot Nurmantyo melakukan gugatan terkait ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Akan tetapi, MK telah memutuskan untuk menolak gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
"Amar putusan mengadili, menyatatakan, permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Ketua Majelis Hakim Anwar Usman saat membacakan amar putusan secara daring, Kamis (24/2).
"Demikian diputus dalam rapat permusyawaratan hakim oleh 9 hakim konstitusi, yaitu Anwar Usman selaku ketua merangkap anggota," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, dalam pokok permohonannya, Gatot meminta MK menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan konstitusi.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Gatot menilai aturan itu bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2), 6A ayat (2), dan 6A ayat (5) UUD 1945.
Pada pasal itu mengatur pencalonan presiden dan wakil presiden harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik dengan minimal 20% kursi DPR RI atau 25% suara sah nasional.
Gatot mengungkapkan pentingnya pengajuan pembahasan PT sebagai keberlangsungan demokrasi Indonesia ke depan.
Dia menilai jika mempertahankan PT 20% tersebut, maka sama saja memberikan kesempatan politik oligarki dan politik percukongan untuk melakukan jual beli kandidasi.
"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat," jelas Gatot dalam permohonannya.
Selain Gatot, ada 5 pemohon lain yang meminta penghapusan presidential threshold. Di antaranya, Politikus Partai Gerindra Ferry Juliantono, beberapa anggota DPD RI termasuk Tamsil Linrung dan Fahira Idris. [bay]