"Tetapi semua pernyataan itu hanyalah bagian dari pembentukan dan penggalangan opini belaka. Dari sudut hukum, pernyataan-pernyataan itu tidak ada bobot dan nilainya, kecuali keterangan itu diucapkan di bawah sumpah dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum," cetus Yusril.
Sebagai informasi, pengacara Bambang sebelumnya mengaku akan kesulitan membawa bukti-bukti ke persidangan karena kliennya sedang ditahan dan sulit ditemui. Bambang, klaim pengacara, memegang data dan mempunyai akses terhadap saksi-saksi yang menguatkan gugatan ijazah palsu Jokowi.
Baca Juga:
Bawaslu Gorontalo Utara Perkuat Pengawasan Pilkada Serentak 2024
"Alasan ini terkesan aneh," ucap Yusril.
Menurut dia, pengacara yang bekerja secara profesional tentu telah mengumpulkan bukti-bukti yang membuatnya yakin memenangkan gugatan sebelum mendaftarkannya ke pengadilan.
Pengacara tersebut, lanjut Yusril, pasti mengetahui ketentuan hukum acara perdata: siapa mendalilkan harus membuktikan dalilnya. Semestinya, pengacara memberi nasihat kepada Bambang agar meneruskan gugatan.
Baca Juga:
Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat Tangkap Terpidana Korupsi di Surabaya
"Jadi, saya juga bisa bertanya: apakah penahanan BTM hanya sebagai alasan untuk mencabut perkara ataukah memang sedari awal para pengacaranya tahu bahwa bukti-bukti yang akan dihadirkan di sidang nantinya kurang meyakinkan?" tutur Yusril.
"Ibarat kata pepatah: berjalan harus sampai ke ujung, berlayar harus sampai ke tepi. BTM (Bambang Tri Mulyono) juga harus dengan kesatria menerima apa pun putusan pengadilan nantinya, gugatannya dikabulkan atau ditolak dengan segala implikasinya," imbuhnya.
Terlepas dari itu, Yusril menyayangkan pihak kepolisian memproses hukum Bambang Tri setelah gugatan ijazah palsu Jokowi didaftarkan ke PN Jakarta Pusat.