WahanaNews.co, Jakarta – Ahmad Sahroni dicecar Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh soal mekanisme sumbangan yang masuk ke Partai Nasdem.
Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem itu dihadirkan Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi saksi perkara mantan Menteri Pertanian (Mentan) sekaligus kader Nasdem, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Baca Juga:
Saat Ricuh Sidang SYL Polisi Selidiki Dugaan Pengeroyokan Jurnalis TV
Anggota Komisi III DPR RI itu diminta memberikan keterangan dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) yang menjerat SYL.
Awalnya, Hakim Rianto menggali tugas Sahroni sebagai Bendum Partai Nasdem. “Tugas saudara (di Partai Nasdem?)” tanya Hakim dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024) melansir Kompas.com.
“Secara umum mengelola keuangan partai,” jawab Sahroni.
Baca Juga:
SYL Baca Pledoi Merasa Dizalimi Karena Dituntut 12 Tahun Penjara
Kepada Hakim, Sahroni menjelaskan bahwa dirinya dibantu oleh Wakil Bendahara Umum dan dua staf accounting untuk mengelola uang Partai Nasdem.
Mendengar penjelasan itu, Hakim pun menggali pembukuan uang Partai Nasdem. Kepada Hakim, Sahroni mengaku ada pembukuan dari dana resmi yang masuk ke Partai yang dipimpin Surya Paloh itu.
Dalam momen ini, Sahroni pun dicecar mekanisme soal sumbangan-sumbangan yang masuk ke Partai Nasdem, baik itu dari anggota, simpatisan maupun badan hukum perusahaan.
Kepada Hakim, Sahroni mengaku sumbangan kepada kader Partai Nasdem tidak diwajibkan. Hanya saja, sumbangan dari pihak-pihak luar hanya diatur untuk proses pemilihan presiden (pilpres).
“Terkait sumbangan tidak ada keharusan yang wajib, sesuai keiklasan kader saja,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu.
Dalam kesempatan ini, Sahroni menyebutkan bahwa sumbangan paling banyak ke Partai, tidak lebih dari Rp 1 miliar. Hal ini sebagaimana aturan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Ada batasan orang menyumbang ke partai?” tanya Hakim. “Terkait yang pilpres ada, Rp 1 miliar,” jawab Sahroni.
Sahroni juga menjadi saksi untuk eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta, yang turut menjadi terdakwa dalam perkara ini.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga. Pemerasan ini dilakukan SYL dengan memerintahkan Kasdi Subagyono, Muhammad Hatta; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid, dan Ajudannya, Panji Harjanto.
[Redaktur: Alpredo Gultom]