WahanaNews.co | Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terus mendorong amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 terbatas dengan menghadirkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN).
Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah, mengatakan, keberadaan PPHN dalam konstitusi sangat penting.
Baca Juga:
Wakil Ketua Umum PAN Tolak Wacana Pemilihan Presiden Tidak Langsung
Menurutnya, keberadaan PPHN menjaga proyek pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur tetap berlanjut meski presiden berganti.
"Tanpa PPHN, siapa yang bisa menjamin presiden terpilih 2024 benar-benar akan melaksanakan dan melanjutkan rencana pemindahan IKN," kata Basarah, Minggu (29/8/2021).
Proyek pemindahan ibu kota negara dicanangkan Presiden Joko Widodo usai menang Pilpres 2019.
Baca Juga:
Amien Rais Setuju UUD Diamendemen Lagi, Presiden Dipilih oleh MPR
Ia memutuskan, ibu kota akan berdiri di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartangera, Kaltim.
Pemerintah mencanangkan proses pembangunan ibu kota baru ini dimulai tahun ini, dan pemindahan berjalan pada 2024.
Rencana ini terganjal penanganan pandemi virus Corona (Covid-19).
Namun, Jokowi memastikan pembangunan tetap berjalan.
Mantan wali kota Solo itu pun berencana menyerahkan Surat Presiden (Surpres) terkait Rancangan Undang-undang (RUU) IKN ke DPR dalam waktu dekat.
Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati, menilai, langkah memasukkan proyek IKN ke dalam PPHN menjadi harga mati bagi Jokowi.
Menurutnya, Jokowi ingin memiliki peninggalan yang monumental dan dikenang masyarakat selepas turun dari kursi presiden.
"Ini sebagai harga mati bagi Jokowi. Karena di masa akhir pemerintahannya, Jokowi tentu ingin meninggalkan IKN sebagai prestasi monumental dan bagian mercusuar politik yang tak akan bisa diklaim oleh pemerintahan berikutnya," kata Wasisto kepada wartawan, Selasa (31/8/2021).
Dari sisi politik, Wasis melihat Jokowi sangat berambisi membuat IKN sebagai salah satu warisan politiknya.
Jokowi, kata dia, ingin memastikan proyek IKN tetap berlanjut siapapun presidennya nanti.
Oleh karena itu, kata Wasis, PPHN nantinya menjadi instrumen kontrol Jokowi agar proyek pemindahan IKN berjalan mulus.
Menurutnya, Jokowi pasti tak ingin proyek IKN ke depan mangkrak, seperti proyek Hambalang era Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga proyek Monorel era Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri.
"Makanya kemudian di PPHN-kan [lewat amendemen UUD 1945], bukan cuma lewat UU saja. Supaya jangan sampai proyek politik itu tidak dilanjutkan oleh pemerintahan baru pasca-2024," katanya.
Wasis beranggapan, Jokowi hendak mengikuti jejak Presiden pertama RI, Sukarno, yang kerap mendirikan pelbagai proyek monumental.
Semisal, pembangunan Stadion Gelora Bung Karno hingga Hotel Indonesia (HI).
"Tujuannya apa? Merawat memori publik secara politis," ujarnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan, Asep Warlan, menilai, memasukkan pemindahan ibu kota negara dalam PPHN sebagai upaya menjamin proyek itu bisa berlanjut dalam jangka panjang.
Menurutnya, hal tersebut tak lepas dari karakter PPHN atau GBHN, sebutan pada masa Orde Baru, sebagai dasar hukum tertinggi agar berbagai proyek jangka panjang terus berjalan.
"Karena PPHN/GBHN itu sebuah dokumen hukum tata negara yang strategis, jangka panjang. Dan IKN itu strategis dan jangka panjang. Karena itu akan ubah peta, mengubah geopolitik, ubah aktivitas kenegaraan. Karenanya itu harus ada jaminan itu akan berlanjut," kata Asep.
Asep mengatakan, proyek pemindahan IKN, jika hanya berdasarkan undang-undang (UU), sangat rentan dibatalkan.
Terlebih bila presiden setelah Jokowi nanti menolak pemindahan ibu kota.
Menurutnya, UU pemindahan IKN juga sangat mungkin dibatalkan melalui Perppu.
Selain itu, UU sangat terbuka digugat ke Mahkamah Konstiusi (MK) oleh para pihak yang tak setuju dengan proyek tersebut.
"Karena itu, haluan negara dengan IKN tadi harus dalam produk hukum yang lebih tinggi dalam UU itu, semisal dengan TAP MPR, kan MK enggak bisa menguji itu," ujar Asep.
Melalui PPHN yang tertuang di konstitusi, Asep mengatakan, presiden berikutnya akan bekerja ekstra keras bila hendak membatalkan proyek IKN tersebut.
Menurutnya, MPR harus menggelar sidang kembali amendemen UUD 1945 untuk mencabut PPHN tersebut.
"Sehingga dia enggak bisa diubah jadi UU. Kalau mau ubah haluan negara tadi harus sidang MPR lagi. Hanya bisa diubah oleh MPR saja," kata Asep.
Bergabungnya PAN dalam koalisi partai pendukung pemerintah Jokowi disinyalir memuluskan rencana amenden UUD 1945.
Sikap Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan alias Zulhas, pun mulai melunak dengan rencana amendemen ini.
Sebelumnya, Zulhas meyakini amendemen UUD 1945 tak terjadi hingga Pilpres 2024.
Namun, usai bertemu Jokowi dengan partai koalisi, Zulhas menyebut perlu evaluasi hasil amendemen UUD 1945 setelah 23 tahun berjalan.
Zulhas kini juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR. [dhn]