WahanaNews.co, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memastikan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan untuk menilai keputusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden, yang ditetapkan minimal 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Oleh karena itu, MKMK tidak dapat membatalkan keputusan Nomor 90 yang telah sebagian disetujui oleh Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga:
PTUN Menangkan Anwar Usman, Waka Komisi III DPR RI: Putusan MKMK Cacat Hukum
“Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan kesimpulan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Wahiduddin Adams, anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), menjelaskan bahwa MKMK memiliki kewenangan untuk mengawasi dan mencakup segala usaha yang bertujuan untuk menjaga serta menegakkan kehormatan, martabat, dan kode etik hakim konstitusi.
Beliau menyatakan, "Berdasarkan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Pasal 1 angka 4 PMK 1/2023, Majelis Kehormatan adalah suatu badan yang dibentuk untuk memelihara dan memastikan kehormatan, martabat, serta kode etik dan perilaku hakim konstitusi."
Baca Juga:
MKMK: PTUN Jakarta Tidak Berwenang Adili Putusan Pemberhentian Anwar Usman dari MK
Namun, Wahiduddin juga menegaskan bahwa MKMK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi hukum terhadap keputusan MK, terutama dalam hal mempertanyakan keabsahan atau kevalidan suatu keputusan MK.
Beliau menjelaskan bahwa jika MKMK menyatakan bahwa mereka berwenang untuk menilai keputusan MK, maka hal tersebut akan melewati batas kewenangan mereka dan seolah-olah menempatkan Majelis Kehormatan di posisi yang memiliki superioritas hukum tertentu atas MK.
“Akan sama artinya dengan Majelis Kehormatan melecehkan prinsip kemerdekaan yang melekat pada MK sebagai pelaku kekuasaan kehakiman sekaligus melabrak sifat final dan mengikat putusan MK,” ujar Wahiduddin, melansir Kompas TV.
“Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK,” katanya.
Atas dasar itu, MKMK menolak atau tidak mempertimbangkan isu dalam laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi berkenaan dengan permintaan pelapor untuk membatalkan, mengoreksi, atau meninjau kembali Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Sebelumnya, mkMK diminta menyatakan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia capres-cawapres tidak sah.
Sehingga putusan itu perlu ditunda pelaksanaannya dan dilakukan koreksi atau pemeriksaan ulang.
Demikian hal itu disampaikan oleh advokat Denny Indrayana selaku pelapor dalam sidang pemeriksaan Majelis Kehormatan MK atau MKMK pada Selasa (31/10/2023).
Denny menjelaskan, alasannya meminta MKMK menyatakan putusan yang membuat Gibran Rakabuming Raka bisa mendaftarkan diri ke KPU sebagai calon wakil presiden itu tidak sah karena putusan tersebut dinilai koruptif, kolutif, dan nepotis.
Sebab, putusan MK Nomor 90 itu dimanfaatkan atau dinikmati keuntungannya oleh pihak tertentu yang dengan sengaja menggunakan kekerabatan antara hakim terlapor, yaitu Anwar Usman dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Selain itu, ia menilai putusan batas usia capres-cawapres tersebut telah merendahkan dan mempermalukan Mahkamah Konstitusi.
Oleh sebab itu, Denny mendesak agar MKMK menerbitkan putusan yang dapat mengoreksi putusan perkara nomor 90 yang kadung sudah diputus MK.
Ia pun mengusulkan, putusan tersebut tidak boleh digunakan Gibran sebagai dasar untuk maju dalam Pilpres 2024 mendatang.
"Pelapor mengusulkan, Putusan 90 tidak boleh digunakan sebagai dasar maju berkompetisi dalam Pilpres 2024. Perlu ada putusan provisi untuk menunda pelaksanaan dari Putusan 90 yang menabrak nalar dan moral konstitusional tersebut," kata Denny.
Denny menambahkan bahwa untuk memastikan keadilan konstitusional terjamin, dia berharap MKMK bersedia menyatakan bahwa putusan Nomor 90 mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden tidak berlaku.
"Diharapkan MKMK yang terhormat dapat menyatakan keputusan Nomor 90 sebagai tidak sah, atau setidaknya memerintahkan MK untuk melakukan pemeriksaan ulang perkara Nomor 90 dengan komposisi hakim yang berbeda, tanpa kehadiran hakim yang diadukan," ujar Denny.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]