“Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK,” katanya.
Atas dasar itu, MKMK menolak atau tidak mempertimbangkan isu dalam laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi berkenaan dengan permintaan pelapor untuk membatalkan, mengoreksi, atau meninjau kembali Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Baca Juga:
PTUN Menangkan Anwar Usman, Waka Komisi III DPR RI: Putusan MKMK Cacat Hukum
Sebelumnya, mkMK diminta menyatakan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia capres-cawapres tidak sah.
Sehingga putusan itu perlu ditunda pelaksanaannya dan dilakukan koreksi atau pemeriksaan ulang.
Demikian hal itu disampaikan oleh advokat Denny Indrayana selaku pelapor dalam sidang pemeriksaan Majelis Kehormatan MK atau MKMK pada Selasa (31/10/2023).
Baca Juga:
MKMK: PTUN Jakarta Tidak Berwenang Adili Putusan Pemberhentian Anwar Usman dari MK
Denny menjelaskan, alasannya meminta MKMK menyatakan putusan yang membuat Gibran Rakabuming Raka bisa mendaftarkan diri ke KPU sebagai calon wakil presiden itu tidak sah karena putusan tersebut dinilai koruptif, kolutif, dan nepotis.
Sebab, putusan MK Nomor 90 itu dimanfaatkan atau dinikmati keuntungannya oleh pihak tertentu yang dengan sengaja menggunakan kekerabatan antara hakim terlapor, yaitu Anwar Usman dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Selain itu, ia menilai putusan batas usia capres-cawapres tersebut telah merendahkan dan mempermalukan Mahkamah Konstitusi.