WahanaNew.co, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Direktur PT Kindah Abadi Utama dan pesero Komanditer Perseroan CV Pandu Aksara, Roni Aidil melakukan suap terhadap mantan Kabasarnas RI Henri Alfiandi senilai Rp9,9 miliar. Jaksa mengungkap uang suap itu diberikan terkait empat proyek di Basarnas.
"Melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yakni memberi uang yang keseluruhannya berjumlah Rp 9.916.070.840,00 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut, kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Henri Alfiandi selaku penyelenggara negara yakni sebagai Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan melalui Afri Budi Cahyanto selaku Koordinator Staf Administrasi pada Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan," kata Jaksa KPK dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023) melansir dari detiknews.
Baca Juga:
Jaksa Tolak Pleidoi, Kuasa Hukum Supriyani Tetap Yakin Akan Putusan Bebas
Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Henri memenangkan PT Kindah Abadi Utama dan CV Pandu Aksara dalam pengadaan Hoist Helikopter di Basarnas tahun 2021. Kemudian, dalam proyek Pengadaan Public Safety Diving Equipment tahun 2021, pekerjaan modifikasi kemampuan sistem remote operated vehicle (ROV), serta pekerjaan Pengadaan Public Safety Diving Equipment tahun anggaran 2023.
"Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yaitu supaya Henri Alfiandi selaku Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan sekaligus sebagai pengguna anggaran yang mempunyai wewenang dalam hal penggunaan anggaran pada Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan untuk memenangkan PT Kindah Abadi Utama dan CV Pandu Aksara dalam kegiatan pengadaan barang atau jasa pemerintah di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan berupa pekerjaan pengadaan Hoist Helikopter tahun anggaran 2021 dengan nilai kontrak sebesar Rp 11.856.680.000,00," ujar jaksa.
"Pekerjaan pengadaan public safety diving equipment tahun anggaran 2021 dengan nilai kontrak sebesar Rp 14.880.718.600,00. Pekerjaan modifikasi kemampuan sistem ROV, remote operated vehicle tahun anggaran 2021 dengan nilai kontrak sebesar Rp 9.918.536.100,00. Pekerjaan pengadaan public safety diving equipment tahun anggaran 2023 dengan nilai kontrak sebesar Rp 17.445.969.900,00," lanjut jaksa.
Baca Juga:
Jaksa Bidik Proyek PSU Milik Suku Dinas PRKP Jakarta Pusat
Jaksa mengatakan Roni bertemu dengan Henri pada awal Maret 2021 di Kantor Basarnas, Jakarta Pusat. Terdakwa Roni Aidil memperkenalkan PT Kindah Abadi Utama sebagai satu-satunya perusahaan yang menjual produk Diver Mounted Display (DMD) di Indonesia untuk digunakan dalam Pekerjaan Pengadaan Public Safety Diving Equipment.
"Dalam pertemuan tersebut, Terdakwa menyampaikan kepada Henri Alfiandi sedang melaksanakan Pekerjaan Pengadaan Hoist Helikopter di Basarnas Tahun Anggaran (TA) 2021 menggunakan perusahaan PT Kindah Abadi Utama dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 11.856.680.000,00. Pada saat itu Terdakwa juga memperkenalkan PT Kindah Abadi Utama kepada Henri Alfiandi sebagai agen tunggal (single agent) dari TRITECH (perusahaan di Inggris) sehingga merupakan satu-satunya perusahaan yang menjual produk Diver Mounted Display (DMD) di Indonesia untuk digunakan dalam Pekerjaan Pengadaan Public Safety Diving Equipment," ujarnya.
Henri meminta Roni mempresentasikan produk DMD tersebut ke Tim Sarana dan Prasarana Basarnas. Henri menyatakan tertarik menggunakan produk DMD tersebut dan meminta fee 10 persen dari proyek yang dilakukan Roni di Basarnas.
"Atas presentasi yang disampaikan, Henri Alfiandi menyatakan ketertarikannya terhadap produk DMD dan akan melakukan pembelian produk tersebut melalui proses lelang menggunakan anggaran Basarnas TA 2021 serta menyampaikan kepada Terdakwa untuk melaksanakan pengadaan produk tersebut bagi kepentingan Basamas. Selain itu, Henri Alfiandi menyampaikan kepada Terdakwa agar memberikan uang fee sebesar 10% dari nilai proyek yang dilaksanakan oleh Terdakwa," ucapnya.
Pada Juli 2021, Henri menunjuk Afri Budi Cahyanto sebagai Koordinator staf Administrasi (Koorsmin) Basarnas. Afri bertugas sebagai penghubung kepada pihak swasta yang melaksanakan pekerjaan di Basamas, menerima uang fee dari pihak swasta, mengeluarkan uang fee terkait operasional Henri dan melaporkan kepada Henri terkait pengelolaan uang fee tersebut.
"Dalam pengelolaannya, uang fee berasal dari pemungutan fee 10% dari nilai proyek yang ada di Basarnas dengan alokasi pembagiannya sebesar 15% untuk Henri Alfiandi, sebesar 77,5% untuk operasional yang dikelola berdasar arahan Henri Alfiandi, sedangkan sisanya untuk cadangan ataupun yang lainnya," kata jaksa.
Roni kemudian memberikan uang fee sebesar Rp746.970.840,00 ke Henri Alfiandi untuk melancarkan proyek Pengadaan Hoist Helikopter. Uang itu diberikan melalui Sekretaris Direktur PT Kindah Abadi Utama, Saripah Nurseha ke Koordinator staf Administrasi (Koorsmin) Basarnas, Afri Budi Cahyanto.
"Untuk memuluskan pekerjaan pengadaan Hoist Helikopter yang sedang berjalan dan adanya keinginan Terdakwa untuk tetap mendapatkan proyek-proyek di Basarnas, maka setelah adanya pencairan uang atas pekerjaan Pengadaan Hoist Helikopter TA 2021, pada tanggal 19 Juli 2021 Terdakwa memerintahkan Saripah Nurseha untuk menyerahkan uang fee kepada Henri Alfiandi. Perintah Terdakwa tersebut kemudian ditindaklanjuti Saripah Nurseha dengan menyerahkan uang fee sebesar Rp746.970.840,00 kepada Henri Alfiandi melalui Afri Budi Cahyanto di kantor Basarnas," tuturnya.
Kemudian, Roni melakukan pendaftaran dan memasukkan penawaran harga untuk kegiatan Pekerjaan Pengadaan Public Safety Diving Equipment Tahun Anggaran (TA) 2021 serta Pekerjaan Modifikasi Kemampuan Sistem ROV (Remote Operated Vehicle) TA 2021. Pendaftaran dilakukan melalui perusahaan PT Kindah Abadi Utama dan CV Pandu Aksara.
"Terdapat sebanyak 7 calon penyedia melakukan pendaftaran melalui sistem LPSE untuk mengikuti kegiatan Pekerjaan Pengadaan Public Safety Diving Equipment TA 2021 termasuk di antaranya PT Kindah Abadi Utama dan sebanyak 4 calon penyedia melakukan pendaftaran melalui sistem LPSE untuk mengikuti kegiatan Pekerjaan Modifikasi Kemampuan Sistem ROV (Remote Operated Vehicle) TA 2021 termasuk diantaranya CV Pandu Aksara," ucapnya.
Singkat cerita, rekayasa atau pengaturan untuk memenangkan PT Kindah Abadi Utama dan CV Pandu Aksara pun dilakukan. Jaksa mengatakan spesifikasi untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam lelang didasarkan pada data dari Roni dan menjadikan dokumen keagenan sebagai kelengkapan persyaratan yang mutlak.
Hal itu dilakukan agar hanya perusahaan Roni yakni PT Kindah Abadi Utama dan CV Pandu Aksara yang dapat melakukan upload dokumen dan memasukkan penawaran harga serta menutup kesempatan (mengunci) calon peserta lain untuk dapat melakukan upload dokumen. Oleh sebab itu, perusahaan yang tak memiliki dokumen keagenan secara otomatis akan dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi persyaratan.
"Untuk itu Terdakwa memerintahkan Saripah Nurseha dan Tommy Setyawan melakukan koordinasi dengan Aditya Dwi Setiarto (Staf pada Direktorat Sarana dan Prasarana Basamas) guna membahas hal terkait spesifikasi teknis dan penawaran harga yang akan digunakan untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam proses pelelangan dengan mendasarkan pada data-data dan dokumen yang berasal dari Terdakwa dan menjadikan dokumen keagenan atas produk yang akan diadakan (keagenan tunggal) sebagai kelengkapan persyaratan yang mutlak harus dimiliki setiap peserta dalam kegiatan pengadaan," kata jaksa.
"Hal tersebut bertujuan agar hanya Terdakwa melalui perusahaannya yang dapat melakukan upload dokumen dan memasukkan penawaran harga serta menutup kesempatan (mengunci) calon peserta lain untuk dapat melakukan upload dokumen dan memasukkan penawaran harga, sehingga dengan tidak dimilikinya dokumen keagenan (keagenan tunggal) oleh peserta lain secara otomatis peserta tersebut tidak memenuhi kualifikasi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan pihak Panitia Pengadaan," imbuhnya.
Rekayasa itu berhasil membuat PT Kindah Abadi Utama menjadi pemenang Pekerjaan Pengadaan Public Safety Diving Equipment TA 2021. Sementara itu, CV Pandu Aksara ditetapkan sebagai pemenang dalam Pekerjaan Modifikasi Kemampuan Sistem ROV (Remote Operated Vehicle) TA 2021.
"Pada tanggal 23 Agustus 2021 Terdakwa selaku Direktur PT Kindah Abadi Utama menandatangani Surat Perjanjian Nomor: 06/PPK-04/PERJ/VIII/SAR- 2021 tentang Pekerjaan Pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai pekerjaan sebesar Rp14.480.718.600.00 (empat belas miliar empat ratus delapan puluh juta tujuh ratus delapan belas ribu enam ratus rupiah), sedangkan untuk Pekerjaan Modifikasi Kemampuan Sistem ROV (Remote Operated Vehicle) dengan nilai pekerjaan sebesar Rp9.918.536.100,00 (sembilan miliar sembilan ratus delapan belas juta lima ratus tiga puluh enam ribu seratus rupiah) yang dimenangkan CV Pandu Aksara, ditandatangani oleh NURDIN SAKBANI selaku Direktur CV Pandu Aksara pada tanggal 1 September 2021 berdasarkan Surat Perjanjian Nomor: 07/PPK-04/PERJ/IX/SAR-2021," kata jaksa.
Cara yang sama terkait penyusunan dokumen kagenan tunggal juga dilakukan Roni untuk memenangakan Pekerjaan Pengadaan Public Safety Diving Equipment TA 2023. Pekerjaan itu pun berhasil dimenangkan PT Kindah Abadi Utama dan penandatanganan kontrak dilakukan pada 13 Januari 2023.
"Dalam prosesnya, karena hanya PT Kindah Abadi Utama yang dapat memenuhi persyaratan dokumen keagenan, pada akhimya PT Kindah Abadi Utama ditetapkan sebagai pemenang dalam Pekerjaan Pengadaan Public Safety Diving Equipment TA 2023. Selanjutnya, pada tanggal 13 Januari 2023 Terdakwa selaku Direktur PT Kindah Abadi Utama melakukan penandatanganan kontrak pekerjaan dengan Danang Setyabydi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berdasarkan Surat Perjanjian Nomor: 01/PPK-04/PERJ/I/SAR-2023 tentang Pekerjaan Pengadaan Public Safety Diving Equipment TA 2023 dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 17.445.969.900.00," ujarnya.
Jaksa menyakini Roni Aidil melanggar dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan atau Pasal 5 ayat (1) huruf b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
[Redaktur: Alpredo Gultom]