”Oleh karena itu sebenarnya proses pembebasan terhadap pilot Selandia Baru tidak boleh dilakukan dengan syarat,” kata Usman.
Secara keseluruhan, Usman berharap kedua belah pihak dapat dipertemukan dalam dialog perdamaian, supaya konflik yang telah berjalan dalam tiga sampai empat tahun terakhir dapat diselesaikan secara menyeluruh.
Baca Juga:
Brigjen Pol Faizal Ramadhani: Pembebasan Pilot Susi Air dengan Kesabaran dan Pendekatan Damai sebagai Kunci Utama
“Papua ini konflik bersenjatanya sudah di tahap exceptional circumstances dan sudah menuju stalemate sebenarnya. Jadi harus ada breakthrough, harus ada jeda untuk menata kembali seluruh sistem kebijakan pemerintah di Papua melalui dialog-dialog itu.”
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden, Theofransus Litaay, menegaskan bahwa pemerintah terus melanjutkan upaya komunikasi dengan kelompok TPNPB-OPM melalui perantara pemerintah daerah, tokoh agama dan tokoh adat.
“Pemerintah tidak pernah menolak untuk bernegosiasi. Pemerintah terus melakukan komunikasi dengan penyandera. Tetapi tidak jelas dari penyandera ini mau apa dengan pilot. Dia tidak bicara soal bikin forum soal kemerdekaan,” ujar Theo kepada BBC News Indonesia.
Sampai saat ini pun, sambungnya, belum ada tim negosiasi dari TPNPB-OPM yang menyatakan diri mereka dan meminta agar bertemu dengan perwakilan pemerintah Indonesia.
Baca Juga:
Pembebasan Pilot Susi Air, Tokoh Adat Port Numbay Apresiasi Peran TNI-Polri dan Para Tokoh
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa penyanderaan pilot Susi Air telah menimbulkan dampak meluas, terutama bagi masyarakat di Papua yang menantikan pengiriman barang-barang kebutuhan pokok.
Sebab, sejak insiden itu, banyak perusahaan yang tidak berani untuk mengirimkan pesawat ke wilayah Nduga.
“Pemerintah mengalami kesulitan, karena kan transportasi udara menjadi terbatas. Kita mau mengirim bahan makanan dan lain-lain, obat-obatan, bahan untuk perkantoran, pendidikan, sekolah jadi tidak bisa.”