WahanaNews.co | Bareskrim Polri mengungkap lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah menyelewengkan uang kompensasi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 dari dana santunan Boeing.
Sejatinya, 69 ahli waris mendapatkan uang kompensasi masing-masing Rp 2 miliar dari total Rp 138 miliar.
Baca Juga:
Heboh Kasus ACT, Kemensos Kaji Regulasi Pengumpulan Uang dan Barang
"Kalau yang santunan masing-masing korban terima USD144.500 angka itu dari Boeing. Itu sudah clear semua, kalau dikonversi sekitar Rp2 miliar per ahli waris," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Helfi menyebut Boeing tidak hanya memberikan santunan, ada pula dana corporate social responsibility (CSR) yang diserahkan ke yayasan ACT untuk dikelola.
Sedangkan, santunan merupakan Boeing Comunity Investment Fund (BCIF) yang wajib diberikan kepada ahli waris.
Baca Juga:
PPATK: 176 Lembaga Seperti ACT Diduga Selewangkan Dana
Menurut dia, boleh saja dana BCIF itu digunakan untuk pembangunan fasilitas umum (fasum).
Namun, harus seizin dan sesuai kemauan ahli waris.
"Saya minta dibikinin masjid di sono, saya minta supaya dibangunkan tempat pendidikan di sana, itu atas izin dari para ahli waris dan tidak boleh digunakan utk kepentingan pribadi," ungkap Helfi.
Dia menekankan hal itu sesuai protokol kerja sama Boeing dengan ACT.
Namun, ACT melanggarnya dengan menggunakan untuk operasional kepentingan afiliasi saham lembaga.
"ACT kan ada membangun perusahaan afiliasinya, pengurusnya mereka-mereka juga kemudian uang masuk ke afiliasinya, habis itu dikembalikan individunya," beber Helfi.
Helfi mengatakan, Rp 34 miliar dari uang santunan Rp 138 miliar itu digunakan untuk kepentingan pribadi dan yayasan ACT.
Sedangkan, Rp 103 miliar lainnya digunakan untuk program yang telah dibuat ACT.
Helfi menuturkan beberapa penyelewengan dana tersebut digunakan ACT untuk pengadaan armada rice truck senilai Rp 2 miliar.
Kemudian program big food bus senilai Rp 2,8 miliar, dan pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya senilai Rp 8,7 miliar.
"Selanjutnya untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp 10 miliar," bebernya.
Selain itu, Helfi menyebut ACT juga menggunakan dana CSR dari Boeing sebesar Rp 3 miliar untuk dana talangan CV CUN.
Terakhir, mereka juga mengambil dana senilai Rp 7,8 miliar sebagai dana talangan untuk PT MBGS.
"Sehingga total semuanya Rp 34.573.069.2000 (miliar)," ujarnya.
Dittipideksus Bareskrim Polri menetapkan empat petinggi ACT sebagai tersangka usai gelar perkara pukul 16.00 WIB pada Senin (25/7/2022).
Keempatnya ialah Ahyudin (A) selaku mantan Presiden ACT dan Ibnu Khajar (IK) selaku Presiden ACT saat ini.
Kemudian, Hariyana Hermain (HH) selaku Senior Vice President & Anggota Dewan Presidium ACT, dan Novariadi Imam Akbari (NIA) selaku Sekretaris ACT periode 2009-2019 dan kini sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.
Ke-4 tersangka dijerat pasal berlapis, yakni tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45 a ayat 1 jo Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Lalu, Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 jo Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagai mana diubah dalam UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Kemudian Pasal 3, 4, 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. Terakhir, Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun. [gun]